Rabu, 11 Februari 2009

Bab 30 - Menakar Kejujuran di Kantin Sekolah

Bab 30
Menakar Kejujuran di Kantin Sekolah
Pikiran Rakyat, Rabu, 16 Januari 2008,


BUPATI Bandung Obar Sobarna (kanan) bersama siswa SMAN 1 Ciparay dan unsur
muspida lainnya menikmati makanan di Kantin Kejujuran SMAN 1 Ciparay Kab.
Bandung, Selasa (15/1).* DENI YUDIAWAN/"PR"JANGAN heran jika Anda tak
menemui seorang penjaga pun di kantin SMA Negeri 1 Ciparay Kab. Bandung.
Meski banyak pembeli "menyerbu" makanan yang dijajakan, sang penjaga
kantin tak akan pernah muncul. Uniknya, pembeli memahami benar keadaan
itu. Mereka akan mengeluarkan uang dari saku dan meletakkannya dalam kotak
khusus saat mengambil makanan, yang jumlahnya sesuai dengan harga
banderol. Jika jumlah uangnya terlalu besar, pembeli pulalah yang
mengambil kembaliannya.

Tidak, penjaga kantin tidak sedang berhalangan atau sakit. Kantin di SMAN
1 Ciparay di Desa Pakutandang, Kec. Ciparay, Kab. Bandung itu memang tak
memiliki penjaga. Hanya kejujuran pembelilah yang memegang peran dalam
kegiatan operasional kantin tersebut sehari-hari.

Rugikah? Tentu saja tidak, selama kejujuran dapat ditegakkan oleh para
pembeli. Konsep yang sangat sederhana, namun mungkin akan sangat sulit
dalam pelaksanaannya.

Kantin di SMAN 1 Ciparay itu dinamai Kantin Kejujuran. Sekilas, kantin ini
tak ubahnya kebanyakan kantin lainnya. Pembedanya hanya dalam pola
pembayaran yang menitikberatkan pada kesadaran pembeli. Kantin Kejujuran
yang diresmikan langsung oleh Bupati Bandung Obar Sobarna, Selasa (15/1)
itu merupakan metode baru yang rencananya akan diterapkan di seluruh
sekolah di Kab. Bandung. Meski bukan yang pertama di Indonesia, boleh jadi
Kantin Kejujuran ini merupakan yang pertama di Jawa Barat.

"Kantin Kejujuran ini juga menjadi ajang pembelajaran bagi generasi muda
tentang pentingnya kejujuran terhadap diri sendiri, lingkungan, hingga
bangsa dan negara," kata Obar Sobarna.

Ia berharap, tak akan ada lagi praktik "darmaji" alias dahar lima ngaku
hiji (makan lima tetapi mengaku satu) dalam kehidupan sehari-hari. Jika
praktik kejujuran ini mulai dapat diterapkan pada pelajar, maka diharapkan
mereka akan menjadi penerus bangsa yang jujur untuk memajukan bangsa ini.

Kantin Kejujuran dapat merefleksikan tabiat para siswa yang ada di sekolah
itu. Jika kantin tak bertahan lama karena bangkrut, maka hampir dipastikan
para siswa di sekolah itu tak lagi berlaku jujur. Sebaliknya, kantin akan
semakin maju saat semua siswa memegang tinggi asas kejujuran dalam
kesehariannya.

Kantin Kejujuran itu digagas Pemkab Bandung, Kejaksaan Negeri Bandung, dan
Karang Taruna. Tak tanggung-tanggung, Direktur Pendidikan dan Pelayanan
Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Eko Soesamto Tjiptadi turut
hadir dalam peresmian kantin tersebut. Hadir pula Ketua Karang Taruna
Pusat, Doddy Susanto.

"Saya yakin, jika satu sen saja uang dari kantin tersebut diselewengkan
maka umur kantin ini tak akan lebih dari tiga bulan," kata Eko Soesamto
Tjiptadi.

Menurut dia, kantin tersebut merupakan media praktik pendidikan kejujuran
bagi siswa sekolah. Siswa akan dihadapkan pada dua pilihan, apakah ingin
menerapkan kejujuran hati nuraninya atau tidak.

"Kita seharusnya malu, Indonesia adalah negara terkorup kedua di Asia
tahun ini. Ironisnya, negara ini memiliki sekitar 622.000 bangunan masjid
dan paling banyak kegiatan khotbahnya," kata Eko yang disambut dengan
riuhnya suara hadirin. Ia yakin, pemberantasan korupsi tidak akan berhasil
selama tak ada peran serta seluruh masyarakat, termasuk siswa sebagai
generasi penerus bangsa. Apabila kejujuran sudah diterapkan sejak dini,
diharapkan akan dapat menyukseskan pemberantasan korupsi pada masa yang
akan datang.

Acara pembukaan Kantin Kejujuran ini diikuti perwakilan SMA, SMK, dan
Madrasah Aliyah se-Kab. Bandung. Pada tahap selanjutnya, program ini akan
diterapkan di seluruh SLTA di Kab. Bandung. Pada kesempatan yang sama,
Bupati Bandung memberikan dana stimulan bagi beberapa SLTA untuk
menerapkan sistem Kantin Kejujuran tersebut.

Mungkin sudah saatnya para pejabat penting negara ini bercermin pada siswa
SMAN 1 Ciparay. Jika anak sekolah saja bisa berbuat jujur, mengapa masih
banyak pejabat yang korup? Tunggu apa lagi? (Deni Yudiawan/"PR"/Tia
Dwitiani Komalasari)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar