Rabu, 11 Februari 2009

Bab 41 - Kisah "YU TIMAH"

Bab 41
Kisah "YU TIMAH"
(dicuplik dari RESONANSI - Republika Desember 2006/Ahmad Tohari)

Ini kisah tentang Yu Timah. Siapakah dia? Yu Timah adalah tetangga kami. Dia salah seorang penerima program Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang kini sudah berakhir. Empat kali menerima SLT selama satu tahun jumlah uang yang diterima Yu Timah dari pemerintah sebesar Rp 1,2 juta.
Yu Timah adalah penerima SLT yang sebenarnya. Maka rumahnya berlantai tanah, berdinding anyaman bambu, tak punya sumur sendiri. Bahkan status tanah yang di tempati gubuk Yu Timah adalah bukan milik sendiri.
Usia Yu Timah sekitar lima puluhan, berbadan kurus dan tidak menikah.
Barangkali karena kondisi tubuhnya yang kurus, sangat miskin, ditambah yatim sejak kecil, maka Yu Timah tidak menarik lelaki manapun. Jadilah Yu Timah perawan tua hingga kini. Dia sebatang kara.
Dulu setelah remaja Yu Timah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta . Namun, seiring usianya yang terus meningkat, tenaga Yu Timah tidak laku di pasaran pembantu rumah tangga. Dia kembali ke kampung kami. Para tetangga bergotong royong membuatkan gubuk buat Yu Timah bersama emaknya yang sudah sangat renta. Gubuk itu didirikan di atas tanah tetangga yang bersedia menampung anak dan emak yang sangat miskin itu.
Meski hidupnya sangat miskin, Yu Timah ingin mandiri. Maka ia berjualan nasi bungkus. Pembeli tetapnya adalah para santri yang sedang mondok di pesantren kampung kami. Tentu hasilnya tak seberapa.
Tapi Yu Timah bertahan. Dan nyatanya dia bisa hidup bertahun-tahun bersama emaknya.
Setelah emaknya meninggal Yu Timah mengasuh seorang kemenakan. Dia biayai anak itu hingga tamat SD. Tapi ini zaman apa. Anak itu harus cari makan. Maka dia tersedot arus perdagangan pembantu rumah tangga dan lagi-lagi terdampar di Jakarta . Sudah empat tahun terakhir ini Yu Timah kembali hidup sebatang kara dan mencukupi kebutuhan hidupnya dengan berjualan nasi bungkus. Untung di kampung kami ada pesantren kecil. Para santrinya adalah anak-anak petani yang biasa makan nasi seperti yang dijual Yu Timah.
Kemarin Yu Timah datang ke rumah saya. Saya sudah mengira pasti dia mau bicara soal tabungan. Inilah hebatnya. Semiskin itu Yu Timah masih bisa menabung di bank perkreditan rakyat syariah di mana saya ikut jadi pengurus. Tapi Yu Timah tidak pernah mau datang ke kantor.
Katanya, malu sebab dia orang miskin dan buta huruf. Dia menabung Rp 5.000 atau Rp 10 ribu setiap bulan. Namun setelah menjadi penerima SLT Yu Timah bisa setor tabungan hingga Rp 250 ribu. Dan sejak itu saya melihat Yu Timah memakai cincin emas. Yah, emas. Untuk orang seperti Yu Timah, setitik emas di jari adalah persoalan mengangkat harga diri. Saldo terakhir Yu Timah adalah Rp 650 ribu.
Yu Timah biasa duduk menjauh bila berhadapan dengan saya. Malah maunya bersimpuh di lantai, namun selalu saya cegah.
''Pak, saya mau mengambil tabungan,'' kata Yu Timah dengan suaranya yang kecil.
''O, tentu bisa. Tapi ini hari Sabtu dan sudah sore. Bank kita sudah tutup. Bagaimana bila Senin?''
''Senin juga tidak apa-apa. Saya tidak tergesa.''
''Mau ambil berapa?'' tanya saya.
''Enam ratus ribu, Pak.''
''Kok banyak sekali. Untuk apa, Yu?''
Yu Timah tidak segera menjawab. Menunduk, sambil tersenyum malu-malu.
''Saya mau beli kambing kurban, Pak. Kalau enam ratus ribu saya tambahi dengan uang saya yang di tangan, cukup untuk beli satu kambing.''
Saya tahu Yu Timah amat menunggu tanggapan saya. Bahkan dia mengulangi kata-katanya karena saya masih diam. Karena lama tidak memberikan tanggapan, mungkin Yu Timah mengira saya tidak akan memberikan uang tabungannya. Padahal saya lama terdiam karena sangat terkesan oleh keinginan Yu Timah membeli kambing kurban.
''Iya, Yu. Senin besok uang Yu Timah akan diberikan sebesar enam ratus ribu. Tapi Yu, sebenarnya kamu tidak wajib berkurban. Yu Timah bahkan wajib menerima kurban dari saudara-saudara kita yang lebih berada. Jadi, apakah niat Yu Timah benar-benar sudah bulat hendak membeli kambing kurban?''
''Iya Pak. Saya sudah bulat. Saya benar-benar ingin berkurban. Selama Ini memang saya hanya jadi penerima. Namun sekarang saya ingin jadi pemberi daging kurban.''
''Baik, Yu. Besok uang kamu akan saya ambilkan di bank kita.''
Wajah Yu Timah benderang. Senyumnya ceria. Matanya berbinar. Lalu minta diri, dan dengan langkah-langkah panjang Yu Timah pulang.
Setelah Yu Timah pergi, saya termangu sendiri. Kapankah Yu Timah mendengar, mengerti, menghayati, lalu menginternalisasi ajaran kurban yang ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim? Mengapa orang yang sangat awam itu bisa punya keikhlasan demikian tinggi sehingga rela mengurbankan hampir seluruh hartanya? Pertanyaan ini muncul karena umumnya ibadah haji yang biayanya mahal itu tidak mengubah watak orangnya. Mungkin saya juga begitu. Ah, Yu Timah, saya jadi malu. Kamu yang belum naik haji, atau tidak akan pernah naik haji, namun kamu sudah jadi orang yang suka berkurban. Kamu sangat miskin, tapi uangmu tidak kaubelikan makanan, televisi, atau pakaian yang bagus. Uangmu malah kamu belikan kambing kurban. Ya, Yu Timah. Meski saya dilarang dokter makan daging kambing, tapi kali ini akan saya langgar. Saya ingin menikmati daging kambingmu yang sepertinya sudah berbau surga. Mudah-mudahan kamu mabrur sebelum kamu naik haji.

Bab 40 - Tips Ibadah Haji

Bab 40
Tips Ibadah Haji
(Sumber dari republika yang telah diedit)

Assalamu'alaikum wr. wb.

Tambahan saran dikit : kalau kebelet ingin buang air besar ataupun kecil, jangan masuk WC di areal mesjid, karena akan lama untuk mengantrinya, lebih baik menumpang di WC di pertokoan atau hotel2 terdekat. Boleh kok sekedar numpang buang air besar atau kecil.

Mohon Tips Ibadah Haji ini disampaikan ke keluarga dan tetangga sesama muslim yang membutuhkan.

Insya Allah tgl 22 November ini saya dan istri berangkat ke Tanah Suci dalam rangka menunaikan Ibadah Haji. Mohon Do'a.....dari sahabat semua....

Jazakumullah khairan katsiran.

Wass. wr. wb.

Tips melaksanaan Ibadah Haji

Tips Bugar Saat Ibadah
1. Latihan jalan sebelum berangkat (minim 7 km, seminggu 1 x)
2. Kurangi kegiatan yang tak perlu
3. Istirahat dan tidur cukup
4. Makan bergizi dan teratur
5. Membawa obat-obatan yang biasa dipakai di tanah air

Tips hindari sakit Batuk

Bawa pakaian hangat
Gunakan penghangat leher
Bawa obat-obatan yang biasa dipakai di tanah air
Jangan minum dingin

Tips hindari Influenza

Imunisasi
Jaga kebersihan
Istirahat cukup
Makan buah dan sayur
Pakai masker

Tips menahan dingin

Siapkan pakaian hangat di tas tentengan
Pakai baju hanoman
Pakai krim pelembab
Sering minum
Banyak makan buah

Tips Membawa Barang

Barang bawaan maksimal 32 kg
Barang yang dipakai di perjalanan masukkan ke tas tentengan
Jangan membawa barang-barang yang terlarang
Ikat koper dengan rapi
Tandai koper dengan tanda tertentu

Tips Isi Kantong Paspor

Buku Paspor
Tustel
Buku do'a-do'a
Obat-obatan
Kaca mata
Masker
Peci

Tips barang bawaan

Kain Ihrom
Sarung / Mukena
Baju Taqwa / Tunik Putih
Topi/ Peci / Jilbab
Celana Panjang
Kemeja / kaos santai
Kaos dan celana dalam
Kaos kaki
Sepatu sandal
Sandal jepit
Gunting / Gunting kuku
Jaket (musim dingin)
Kantung kain untuk menyimpan alas kaki, payung, dsb
Kantung kain untuk membawa batu kerikil saat lempar jumrah
Semprotan air
Kaca mata hitam pakai tali pengikat di leher
Masker
Payung
Handuk besar / kecil
Pasta gigi, sikat, sabun
"Topi Joshua"
Tas ransel
Peniti
Hanger baju
Buku dan Alat tulis
Tustel
Krim pelembab

Tips Saat Tawaf Qudum

Saat Tawaf qudum (selamat datang) dilakukan tak lama setelah jamaah tiba di Makkah. Karena masih lelah setelah perjalanan, dan banyak jamaah yang belum mengenali lokasi akibatnya banyak yang tersesat, maka usahakan membuat kelompok kecil dan jangan sampai terpisah.

Tips Agar tak Tersesat
1. Hafalkan lokasi pondokan
2. Catat nomor telepon dan atau alamat pondokan dan dibawa saat meninggalkan pondokan
3. Berangkat dengan rombongan
4. Bila terpisah dari rombongan, ikut rombongan jamaah RI lainnya
5. Cari petugas haji
6. Bawa tanda pengenal
7. Jamaah yang yang berusia lanjut (lansia) lebih baik didampingi oleh yang lebih muda.

Tips masuk masjid agar tak tersesat
1. Datang ke masjid minimal setengah jam sebelum waktu shalat
2. Ingat nomor atau nama pintu masuk, kenali seperlunya
3. Bawa kantong kain untuk menyimpan alas kaki, payung dan sebagainya, dan bisa dibawa saat sholat.
4. Sebelum masuk masjid buat janji di mana akan bertemu jika ingin pulang bersama.
5. Jangan lupa juga janji pukul berapa bertemu.
6. Tempat berkumpul bisa dipasangi bendera rombongan tinggi-tinggi agar mudah dilihat dari kejauhan.
7. Membuat identitas unik rombongan, bisa dengan selempang, slayer, atau pita di jilbab.

Tips Mencium Hajar Aswad

Ambil waktu yang kondisi sekitar ka'bah tidak terlalu padat
Pastikan fisik kuat
Jangan bawa barang berharga
Pastikan cara berpakaian ihram benar dan kuat
Jangan gunakan joki
Tidak lama-lama
Hindari menyakiti sesama jamaah

Tips Tawaf dan Sai`

Hafalkan do'a-do'a singkat, jangan disibukkan dengan catatan
Berangkat dalam rombongan
Makan sebelum berangkat
Buat kelompok kecil
Sepakati lokasi pertemuan
Hindari waktu padat

Tips Menyimpan Uang

Tukarkan dengan uang pecahan
Jangan letakkan uang di satu tempat
Jangan buka dompet di tempat umum
Titipkan di safety box jika banyak
Ke masjid bawa uang secukupnya

Tips di Pondokan

Mandi 2-3 jam sebelum waktu shalat
Jangan naik lift sendiri
Simpan barang di tempat aman
Matikan peralatan listrik jika pergi
Matikan peralatan masak jika pergi
Kenali lokasi pondokan dari jarak jauh maupun dekat
Buat denah pondokan

Kebugaran saat ibadah haji
1. Makan makanan yang mengandung gizi seimbang, banyak serat dan tak banyak mengandung lemak.
2. Istirahat yang cukup. Para calon haji, kalau sudah berada di Masjidil Haram, inginnya terus-menerus melakukan ibadah tanpa memikirkan istirahat. Hal ini bisa menyebabkan jamaah haji jatuh sakit.
3. Olahraga ringan setiap pagi

Tips Shalat di Masjid Nabawi

Gunakan pakaian hangat ketika berangkat
Datang setelah pukul 03.00 (pk 03.00 masjid baru dibuka)
Hindari shalat di pelataran masjid
Ingat nomor rak sandal

Tips nyaman beribadah

Jangan tergantung pembimbing
Mantapkan tata cara berhaji
Hafalkan doa-doa
Buat kelompok kecil

Bab 39 - Tenzing Norgay


Bab 39
Tenzing Norgay


Tenzing Norgay?.....apaan sih.....atau...siapa sih.... (fotonya
yang sebelah kanan)
Tenzing Norgay adalah nama orang, mungkin buat kebanyakan dari kita
akan mengatakan nama yang aneh.....dari negara mana nama tersebut
berasal?.....
Mungkin Anda pernah membaca atau mendengar namanya...mungkin juga belum...bagaimana kalau saya sebutkan nama Sir Edmund Hillary...ya kalau yang ini sih saya sering dengar atau pernah baca biografinya atau pernah mendapatkan kisah hidupnya dalam sebuah artikel atau sewaktu mengikuti seminar. Ya, Sir Edmund Hillary adalah orang pertama di dunia yang berhasil mencapai puncak gunung tertinggi
dunia Puncak Gunung Everest. Tetapi saat ini bukan Sir Edmund
Hillary yang akan kita bahas, tetapi Tenzing Norgay.
Tenzing Norgay seorang penduduk asli Nepal yang bertugas sebagai
pemandu bagi para pendaki gunung yang berniat untuk mendaki gunung Everest. Tenzing Norgay menjadi pemandu (orang nepal menyebutnya Sherpa) bagi Sir Edmund Hillary.
Pada tanggal 29 Mei 1953 jam 11.30, Tenzing Norgay bersama dengan Sir Edmund Hillary berhasil menaklukkan Puncak Gunung Tertinggi Everest pada ketinggian 29,028 kaki diatas permukaan laut dan menjadi orang pertama didunia yang kemudian menjadi inspirasi dan penyemangat bagi ratusan pendaki berikutnya untuk mengikuti prestasi mereka. Pada rentang waktu tahun 1920 sampai dengan tahun 1952, tujuh tim ekspedisi yang berusaha menaklukkan Everest mengalami kegagalan.
Keberhasilan Sir Edmund Hillary pada saat itu sangat fenomenal
mengingat baru berakhirnya Perang Dunia II dan menjadi semacam
inspirator untuk mengembalikan kepercayaan diri bagi seluruh bangsa
di dunia. Karena keberhasilannya, Sir Edmund Hillary mendapatkan
gelar kebangsawanan dari Ratu Inggris yang baru saja dilantik saat
itu Ratu Elizabeth II dan menjadi orang yang paling dikenal di seluruh dunia.
Tetapi dibalik keberhasilan itu Tenzing Norgay memiliki peran yang
sangat besar, mengapa Tenzing Norgay tidak menjadi terkenal dan
mendapatkan semua yang didapatkan oleh Sir Edmund Hillary padahal
ia adalah sang pemandu yang membantu dan mengantarkannya mencapai Puncuk Mount Everest? Seharusnya bisa saja ia lah orang pertama yang menginjakkan kaki di puncak Mount Everest bukan Sir Edmund Hillary.
Sesaat setelah Sir Edmund Hillary bersama Tenzing Norgay kembali
dari puncak Mount Everest , hampir semua reporter dunia berebut
mewawancarai Sir Edmund Hillary, dan hanya ada satu reporter yang
mewawancarai Tenzing Norgay, berikut cuplikannya :
Reporter : Bagaimana perasaan Anda dengan keberhasilan menaklukkan
puncak gunung tertinggi di dunia?
Tenzing Norgay : Sangat senang sekali
Reporter : Andakan seorang Sherpa (pemandu) bagi Edmund Hillary,
tentunya posisi Anda berada di depan dia, bukankah seharusnya Anda
yang menjadi orang pertama yang menjejakkan kaki di puncak Mount
Everest?
Tenzing Norgay : Ya, benar sekali, pada saat tinggal satu langkah
mencapai puncak, saya persilakan dia (Edmund Hillary) untuk
menjejakkan kakinya dan menjadi orang pertama di dunia yang
berhasil menaklukkan Puncak Gunung Tertinggi di dunia....
Reporter : Mengapa Anda lakukan itu???
Tenzing Norgay : Karena itulah IMPIAN Edmund Hillary, bukan impian
saya.....impian saya hanyalah berhasil membantu dan mengantarkan
dia meraih IMPIAN nya.
Ya, itulah sekelumit kisah tentang seorang pemandu pendaki bernama
Tenzing Norgay. Ia tidak menjadi serakah, ataupun iri dengan
keberhasilan, nama besar dan semua penghargaan yang diperoleh Sir
Edmund Hillary. Ia cukup bangga dapat membantu orang lain mencapai
& mewujudkan IMPIAN nya.
Dalam kehidupan sehari-hari atau dalam dunia kerja kita secara
pribadi terbiasa atau terkondisikan untuk fokus kepada diri kita
sendiri, siapa yang mendapat nama, apa yang kita dapatkan, bonus,
penghargaan, insentif dan sebagainya. Sebagai renungan "Bisakah
kita menjadi seperti Tenzing Norgay?" .....sebenarnya bukan Bisa
atau Tidak...tapi MAU atau TIDAK!
ps. konon foto diatas adalah foto satu-satunya yang diambil oleh sang reporter.

Bab 38 - Tak Semua Perbedaan Merugikan

Bab 38
Tak Semua Perbedaan Merugikan
Oleh: Muhammad Nuh

Perbedaan kadang tak ubahnya seperti aneka pepohonan di sebuah taman. Ada tanaman yang berwarna kuning, merah, hijau, dan putih. Keanekaragaman itu menjadikan taman begitu indah. Sayangnya, hal seperti itu tidak sama dengan dunia nyata manusia.
Ada hal menarik pernah terjadi di masa Nabi Daud dan Sulaiman. Hubungan senior dan junior ini sesaat terlihat seperti renggang. Pasalnya, keduanya berselisih pendapat soal solusi sebuah kasus yang terjadi di lingkungannya.
Kasus itu memang tampak sederhana. Seorang pemilik ladang mengeluh tentang kerusakan ladangnya yang disebabkan sekawanan kambing milik orang lain. Sang pemilik ladang menuntut ganti rugi. Setelah dihitung-hitung, ternyata nilai kerusakan sama dengan harga kambing itu.
Nabi Daud berpendapat bahwa kambing-kambing itu diberikan ke pemilik ladang sebagai ganti rugi. Tapi, Nabi Sulaiman berpendapat lain: pemilik kambing harus menanam kembali dan merawat ladang yang rusak itu menjadi seperti sediakala. Dan selama perbaikan itu, kambing-kambing dipinjamkan ke pemilik ladang untuk dimanfaatkan: susu, bulu, dan lain-lainnya. Jika ladang sudah pulih seperti sediakala, kambing pun dikembalikan ke pemiliknya.
Ternyata, Allah swt. menyetujui pendapat Nabi Sulaiman. Firman Allah dalam surah Al-Anbiya ayat 78 hingga 79, “Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu. Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu….”
Tanpa sedikit pun merasa rendah, sang senior seperti Nabi Daud a.s. menerima pendapat juniornya, Nabi Sulaiman a.s., dengan lapang dada. Karena memang pendapat Nabi Sulaimanlah yang lebih bijak.
Pelajaran mengelola perbedaan itu punya makna tersendiri. Perbedaan merupakan keniscayaan. Siapa pun kita, tak akan mampu memaksa lahirnya keseragaman. Karena secara sunnatullah, Allah swt. menciptakan alam dan isinya termasuk manusia dengan penuh keragaman. “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. 49: 13)
Masalahnya, bagaimana menyikapi perbedaan. Apakah perbedaan ditangkap dari sudut pandang positif. Atau malah negatif.
Dua sudut pandang ini punya timbangan sendiri-sendiri. Perbedaan jadi positif manakala terjadi pada tingkat teknis atau cara. Dalam Islam, itu biasa disebut khilafiyah. Atau perbedaan dalam soal fikih.
Imam Malik rahimahullah pernah menolak tawaran Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur untuk menyeragamkan perbedaan seputar cara ibadah. Al-Mansur menawarkan agar semua orang berkiblat pada kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik. Beliau mengatakan, “Jangan kamu lakukan wahai khalifah. Karena sesungguhnya umat telah banyak memperoleh fatwa, mendengar hadits, meriwayatkan hadits. Dan mereka telah menjadikannya sebagai panduan amal. Mengubah mareka dari kebiasaan itu sungguh sesuatu yang sulit. Maka, biarkanlah umat mengerjakan apa yang mereka pahami.”
Salafus-shalih menempatkan perbedaan pendapat ini sebagai salah satu bentuk rahmat Allah. Umar bin Abdul Azis mengatakan, ” Saya tidak suka jika para sahabat tidak berbeda pendapat. Sebab jika mereka berada dalam satu kata saja tentu akan menyulitkan umat Islam. Merekalah para pemimpin yang menjadi teladan. Siapapun yang mengambil salah satu pendapat mereka tentulah sesuai dengan Sunnah.”
Rasulullah saw. pernah mengatakan, “Jika seorang hakim berijtihad dan ijtihadnya benar maka memperoleh dua pahala, dan jika ijtihadnya salah ia memperoleh satu pahala.”
Perbedaan menjadi negatif ketika wilayahnya menyentuh hal yang prinsipil, keyakinan. Buat yang satu ini, perbedaan tidak boleh terjadi. Karena dasar hukumnya sudah sangat jelas.
Nilai negatif dalam perbedaan juga muncul ketika yang jadi masalah bukan objek masalahnya. Tapi ketidaksiapan orang-orang yang berbeda. Di antara ketidaksiapan itu ada pada soal pemahaman. Tidak sedikit orang yang menganggap diri berbeda dan bangga dengan perbedaan hanya karena ketidaktahuan. Imam Syafi’i cuma mau mengukur perbedaan jika yang berbeda itu orang yang punya pemahaman. Beliau mengatakan, “Saya tidak pernah berdiskusi dengan siapapun, kecuali saya berharap agar kebenaran akan keluar darinya.”
Ketidaksiapan kedua adala masalah ego. Biasanya penyakit ini hinggap pada sosok senior atau orang yang berkuasa. Ia cuma mengakui kebenaran itu hanya bersumber dari dirinya. Dan yang lainnya berarti salah.
Betapa anggunnya akhlak seorang Khalifah Umar bin Khaththab ketika di sebuah kesempatan seorang muslimah mengajukan protes. Sesaat setelah orang nomor satu di Madinah itu mengeluarkan kebijakan soal mahar, seorang muslimah mengatakan, betapa beraninya engkau ya Umar mengalahkan firman Allah dalam ayat ini dan itu.
Saat itu juga, tanpa sedikit pun memperlihatkan kekecewaan, Umar meralat kebijakannya. Ia mengatakan, “Wanita itu betul. Dan Umar salah!”
Jadi, perbedaan sangat bergantung pada bagaimana penyikapan diberikan. Perlu ketelitian dan kedewasaan diri agar perbedaan bisa benar-benar positif. Tak ubahnya seperti indahnya keanekaragaman bunga-bunga di sebuah taman.

Bab 37 - Hubungan Segi Tiga

Bab 37
Hubungan Segi Tiga
Sumber : Arvan Pradiansyah - Swa Majalah

Seperti hari-hari sebelumnya, pagi ini seorang bijak memasuki sebuah pasar. Namun, ia tidak menemukan lelaki tua yang setiap pagi selalu menyambutnya dengan kata-kata hinaan. Dari orang-orang di pasar, orang bijak ini mengetahui bahwa si lelaki tua sedang sakit. Ia kemudian memutuskan membesuk lelaki ini di rumahnya.

Ketika ditanya orang mengapa ia berbuat baik pada orang yang telah memperlakukannya dengan tidak hormat, ia hanya berkata singkat, “Ini bukanlah persoalan antara aku dan lelaki itu. Ini adalah urusanku dengan Tuhanku.”

Para pembaca yang budiman, bagaimana pendapat Anda mengenai perbuatan si orang bijak?

Inilah yang saya sebut sebagai ”hubungan segi tiga”. Dan inilah paradigma yang lebih lengkap dalam mencermati hubungan antarmanusia. Dalam tataran yang lebih komprehensif, tidak pernah ada hubungan yang terjadi semata-mata antara kita dan orang lain. Apa pun yang terjadi antara kita dan orang lain senantiasa melibatkan pihak ketiga, yaitu Tuhan. Dalam situasi sehari-hari, kita mengingat hubungan segi tiga ini hanya dalam waktu-waktu tertentu seperti perkawinan. Dua orang manusia yang menikah bersaksi dan berjanji di hadapan Tuhan. Namun, situasi ini sering kita lupakan dalam keseharian kita yang lain. Padahal, peristiwa pernikahan tersebut juga berlangsung setiap saat dalam kehidupan kita. Tak pernah ada perbuatan yang tidak engikutsertakan Tuhan. Kita tak akan pernah dapat mengatakan, ”Ini cuma antara saya dan Anda.” Karena apa pun kondisinya, kita akan selalu berhadapan dengan hubungan segi tiga ini.

Konsekuensi kenyataan ini adalah bahwa apa pun yang kita lakukan pada seseorang pastilah akan kita pertanggungjawabkan pada orang tersebut dan Tuhan. Bahkan, pertanggungjawaban kepada Tuhan sesungguhnya jauh lebih penting ketimbang pertanggungjawaban kita kepada yang lain.

Ketika seseorang berbuat jahat kepada kita, sering ada bagian dari kita yang menyuruh kita membalas kejahatan itu. Setiap aksi memang sering
menimbulkan reaksi. Setiap stimulus pasti akan menghasilkan respons. Namun bila Anda memahami hubungan segi tiga ini, Anda akan memberikan respons yang berbeda. Bahkan, Anda akan merasa bahwa antara stimulus dan respons seolah-olah tidaklah memiliki hubungan. Orang-orang yang seperti ini sebenarnya telah mencapai puncak spiritualitas. Mereka hidup seperti Eknath Easwaran, spiritualis asal India, yang mengatakan, ”Saya tidak lagi hidup dalam dunia stimulus dan respons setiap hari, tetapi saya hidup di dunia kebebasan.”

Pemahaman terhadap adanya hubungan segi tiga ini akan benar-benar mengubah hidup Anda. Ketika ada orang yang menipu, memfitnah, menggosipkan dan berbuat jahat kepada Anda, Anda tidak akan membalas kejahatan itu dengan kejahatan yang sepadan. Ini karena Anda sadar sepenuhnya bahwa Tuhan senantiasa memperhatikan Anda dan bahwa melakukan kejahatan akan merusak hubungan Anda dengan Tuhan. Anda sadar sepenuhnya bahwa membalas perbuatan jahat tidak ada hubungannya dengan perbuatan jahat itu sendiri. Anda tak membalas bukanlah karena Anda tak dapat melakukannya, tetapi karena Anda sadar bahwa Tuhan melihat Anda. Anda tak ingin sedikit pun mengecewakan Tuhan. Lebih jauh lagi, Anda tak ingin merusak harkat dan martabat Anda sendiri dengan membalas perbuatan jahat tersebut. Anda sama sekali tak ingin mencederai jiwa Anda dengan perbuatan yang akan senantiasa Anda sesali.

Pemahaman terhadap hubungan segi tiga akan membuat Anda mampu menjaga segala perbuatan Anda. Bahkan, seandainya Anda merasakan keinginan yang menggelegak untuk membalas kejahatan tersebut, pasti ada suatu kekuatan dari dalam jiwa Anda sendiri yang akan mengambil alih semua keresahan Anda dan kemudian menenangkan Anda kembali.

Saya ingin menutup tulisan saya kali ini dengan sebuah untaian kata yang sangat mencerahkan dari Ibu Theresa. Cobalah Anda baca dan resapi ungkapan yang luar biasa berikut ini, yang mampu membuat saya tergetar setiap membacanya.

”Orang kerap tak bernalar, tak logis dan egois. Biarpun begitu, maafkanlah mereka.”

”Bila engkau baik, orang mungkin akan menuduhmu menyembunyikan motif yang egois. Biarpun begitu, tetaplah bersikap baik.”

”Bila engkau mendapat sukses, engkau bakal pula mendapat teman-teman palsu dan musuh-musuh sejati. Biarpun begitu, tetaplah meraih sukses.”

”Bila engkau jujur dan berterus terang, orang mungkin akan menipumu. Biarpun begitu, tetaplah jujur dan berterus terang”.

“Apa yang engkau bangun selama bertahun-tahun mungkin akan dihancurkan seseorang dalam semalam. Biarpun begitu, tetaplah membangun.”

“Bila engkau menemukan ketenangan dan kebahagiaan, orang mungkin akan iri. Biarpun begitu, tetaplah berbahagia.”

“Kebaikan yang engkau lakukan hari ini sering bakal dilupakan orang keesokan harinya. Biarpun begitu, tetaplah lakukan kebaikan.”

“Berikan pada dunia milikmu yang terbaik, dan mungkin itu tak akan pernah cukup. Biarpun begitu, tetaplah berikan pada dunia milikmu yang terbaik.”

“Ketahuilah, pada akhirnya, sesungguhnya ini semua adalah masalah antara engkau dan Tuhan; tak pernah antara engkau dan mereka.”

Bab 36 - Menghargai Orang Lain

Bab 36
Menghargai Orang Lain
Oleh : Andrie Wongso

Dikisahkan, di sebuah pesta perpisahan sederhana pengunduran diri seorang direktur. Diadakan sebuah sesi acara penyampaian pesan, kesan, dan kritikan dari anak buah kepada mantan atasannya yang segera memasuki masa pensiun dari perusahaan tersebut.

Karena waktu yang terbatas, kesempatan tersebut dipersilahkan dinyatakan dalam bentuk tulisan. Diantara pujian dan kesan yang diberikan, dipilih dan dibingkai
untuk diabadi kan kemudian dibacakan di acara tersebut, yakni sebuah catatan dengan gaya tulisan coretan dari seorang office boy yang telah bekerja cukup lama di perusahaan itu.

Dia menulis semuanya dengan huruf kapital sebagai berikut, "Yang terhormat Pak Direktur. Terima kasih karena Bapak telah mengucapkan kata "tolong", setiap kali Bapak memberi tugas yang sebenarnya adalah tanggung jawab saya. Terima kasih Pak Direktur karena Bapak telah mengucapkan "maaf", saat Bapak menegur, mengingatkan dan berusaha memberitahu setiap kesalahan yang telah diperbuat karena Bapak ingin saya merubahnya menjadi kebaikan.

Terima kasih Pak Direktur karena Bapak selalu mengucapkan "terima kasih" kepada saya atas hal-hal kecil yang telah saya kerjakan untuk Bapak.Terima kasih Pak Direktur atas semua penghargaan kepada orang kecil seperti saya sehingga saya bisa tetap bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan kepala tegak, tanpa merasa direndahkan dan dikecilkan. Dan sampai kapan pun bapak adalah Pak Direktur buat saya. Terima kasih sekali lagi. Semoga Tuhan meridhoi jalan dimanapun Pak Direktur berada. Amin."

Setelah sejenak keheningan menyelimuti ruangan itu, serentak tepuk tangan menggema memenuhi ruangan. Diam-diam Pak Direktur mengusap genangan airmata di
sudut mata tuanya, terharu mendengar ungkapan hati seorang office boy yang selama ini dengan setia melayani kebutuhan seluruh isi kantor.

Pak Direktur tidak pernah menyangka sama sekali bahwa sikap dan ucapan yang selama ini dilakukan, yang menurutnya begitu sederhana dan biasa-biasa saja,
ternyata mampu memberi arti bagi orang kecil seperti si office boy tersebut.

Terpilihnya tulisan itu untuk diabadikan, karena seluruh isi kantor itu setuju dan sepakat bahwa keteladanan dan kepemimpinan Pak Direktur akan mereka
teruskan sebagai budaya di perusahaan itu.

Pembaca Yang Budiman,

Tiga kata "terimakasih, maaf, dan tolong" adalah kalimat pendek yang sangat sederhana tetapi mempunyai dampak yang positif. Namun mengapa kata-kata
itu kadang sangat sulit kita ucapkan? Sebenarnya secara tidak langsung telah menunjukkan keberadaban dan kebesaran jiwa sosok manusia yang mengucapkannya. Apalagi diucapkan oleh seorang pemimpin kepada bawahannya.

Pemimpin bukan sekedar memerintah dan mengawasi, tetapi lebih pada sikap keteladanan lewat cara berpikir, ucapan, dan tindakan yang mampu membimbing,
membina, dan mengembangkan yang dipimpinnya sehingga tercipta sinergi dalam mencapai tujuan bersama.

Tentu bagi siapapun kita perlu membiasakan mengucapkan kata-kata pendek seperti terima kasih, maaf, dan tolong dimana pun, kapan pun, dan dengan siapa pun kita berhubungan. Dengan mampu menghargai orang lain minimal kita telah menghargai diri kita sendiri.

Bab 35 - Memilih investasi terbaik

Bab 35
Memilih investasi terbaik
Oleh Taslim

Dear all,
Saya ingin membagi sedikit pengalaman yang kelihatannya masih ada kaitan dengan cara invesatasi yang baik. Namun jangan menggunakan rumus investasi yang berlaku umum (Deposito, tabungan, saham, assuransi dsb), jenis investasi ini agak spesifik.
Saya punya 2 keluarga dekat (keluarga dari isteri) yang beberapa (sekitar 10 - 15 tahunan) yang lalu kedua keluarga itu saya kira memiliki kondisi sosial - ekonomi yang hampir sama. Kedua orang tuanya adalah sarjana dan bekerja sebagai pegawai negeri, yang satunya di Dep. P&K (Om A) dan satunya lagi di Dep. Keuangan (Om B), dua-duanya bekerja dan berkantor di Jakarta sampai keduanya penisun sekitar 5 tahun yang lalu. Om B memiliki 3 orang anak yang semuanya laki-laki sedangkan om B memiliki 4 orang anak 2 laki-laki dan 2 perempuan. Saat anak-anak mereka memasuki jenjang pendidikan lebih tinggi mereka berdua juga dihadapkan pada hal yang sama, harus memasukan anak-anaknya ke Perguruan tinggi swasta, karena tidak diterima di PT Negeri.
Sekarang kita masuk ke titik pembelajarannya, Om B lebih memprioritaskan pendidikan anak-anaknya dibanding memenuhi kebutuhan-kebutuhan konsumtif lainnya, salah satu contoh, mobil yang dimiliki pada waktu itu bisa dibilang mobil omprengan (Hijet 1000 bekas), namun anak-anaknya karena tidak bisa masuk ke PT Negeri, diusahan masuk ke PT Swasta yang berkualitas kendatipun biayanya sangat tinggi dari ukuran seorang pegawai negeri (ketiga anaknya dimasukan di Trisakti - maaf tanpa melihat idiologinya). Sementara Om A lebih memilih kehidupan konsumtif dan menyenangkan anak-anaknya dari pada memberi pendidikan yang berkualitas, mungkin beliau beranggapan bahwa beliau bisa menjamin dan mencukupi kehidupan materi anak-anaknya kelak. Anak-anaknya dimasukan ke PT Swasta yang kurang berkualitas dan tentu biayanya juga relatif murah (Nama PTnya tidak perlu disebutukan), namun pada kondisi lain anak-anaknya sudah bisa membawa mobil baru ke kampusnya yang pada waktu itu sudah tergolong mewah (Toyota New Corolla).
Sekarang anak-anak Om B sudah bekerja di perusahaan-perusahaan Besar. Yang tertua dengan umur yang masih sangat mudah, sekarang ini bekerja di sebuah perusahaan Multi Nasional di Malaysia dengan gaji perbulan sekitar 50 jutaan dan sudah ditawar oleh sebuah perusahaan dari Emirat Arab dengan gaji 2x lipat. Om B sendiri dengan isterinya dengan uang pensiun yang ada dan dengan keberhasilan putera-puteranya tinggal menikmati masa pensiunnya dengan jalan-jalan. Umrah tiap tahun (tanpa kita melihat besar manfaat umrah berkali-kali dibanding menyumbangkan uangnya untuk fakir miskin). Sunggu masa pensiun yang indah.
Bagaimana dengan kondisi kehidupan Om A dan anak-anaknya sekarang ini, sunggu menyedihkan, yang tertua belum memiliki pekerjaan dan masih numpang dengan anak dan isterinya dan mengandalkan bantuan orang tuanya dari gaji pensiun yang kecil dan simpanan lainnya yang sudah menipis dan habis. Tentu masa pensiun yang tidak indah yang tidak pernah diantisipasi dan terbayangkan sebelumnya.
Tanpa berniat untuk merendahkan dan meninggikan, pengalaman ini saya sharing ke rekan-rekan untuk kita sama-sama mengambil pelajaran, karena ini real terjadi dan nyata serta orangnya sendiri masih ada di Jakarta sekarang ini. Dan juga bisa memberi pembelajaran bahwa salah satu bentuk investasi yang terbaik adalah memiliki anak yang sholeh (baik) dan yang lebih penting lagi, investasi untuk kehidupan yang lebih kekal nanti. Semoga ada manfaatnya, amin.

Bab 34 - Manfaat sedekah

Bab 34
Manfaat sedekah

Ini ada cerita ringan, dialog antara Ust. Yusuf Mansur dengan Security POM
Bensin

SEMOGA BERMANFAAT

Banyak yang mau berubah,
tapi memilih jalan mundur.

Andakah orangnya?

Satu hari saya jalan melintas di satu daerah.. Tetidur di dalam mobil. Saat
terbangun, ada tanda pom bensin sebentar lagi. Saya pesen ke supir saya:
"Nanti di depan ke kiri ya".
"Masih banyak, Pak Ustadz".
Saya paham. Supir saya mengira saya pengen beli bensin. Padahal bukan. Saya
pengen pipis.
Begitu berhenti dan keluar dari mobil, ada seorang sekuriti. "PakUstadz!" .
Dari jauh ia melambai dan mendekati saya.
Saya menghentikan langkah. Menunggu beliau.
"Pak Ustadz, alhamdulillah nih bisa ketemu Pak Ustadz. Biasanya kan hanya
melihat di TV sajaĆ¢€¦". Saya senyum aja. Ga ke-geeran, insya Allah, he he he.
"Saya ke toilet dulu ya".
"Nanti saya pengen ngobrol boleh Ustadz?"
"Saya buru-buru loh. Tentang apaan sih?"
"Saya bosen jadi satpam Pak Ustadz".
Sejurus kemudian saya sadar, ini Allah pasti yang "berhentiin" saya. Lagi
enak-enak tidur di perjalanan, saya terbangun pengen pipis. Eh nemu pom
bensin. Akhirnya ketemu sekuriti ini. Berarti barangkali saya kudu bicara
dengan dia. Sekuriti ini barangkali "target operasi" dakwah hari ini. Bukan
jadwal setelah ini. Begitu pikir saya.
Saya katakan pada sekuriti yang mulia ini, "Ok, ntar habis dari toilet ya".

***

"Jadi, pegimana? Bosen jadi satpam? Emangnya ga gajian?", tanya saya membuka
percakapan. Saya mencari warung kopi, untuk bicara-bicara dengan beliau ini.
Alhamdulillah ini pom bensin bagus banget. Ada minimart nya yang dilengkapi
fasilitas ngopi-ngopi ringan.
"Gaji mah ada Ustadz. Tapi masa gini-gini aja?"
"Gini-gini aja itu, kalo ibadahnya gitu-gitu aja, ya emang udah begitu.
Distel kayak apa juga, agak susah buat ngerubahnya" .
"Wah, ustadz langsung nembak aja nih".
Saya meminta maaf kepada sekuriti ini umpama ada perkataan saya yang salah.
Tapi umumnya begitu lah manusia. Rizki mah mau banyak, tapi sama Allah ga
mau mendekat. Rizki mah mau nambah, tapi ibadah dari dulu ya begitu-begitu
saja.
"Udah shalat ashar?"
"Barusan Pak Ustadz. Soalnya kita kan tugas. Tugas juga kan ibadah, iya ga?
Ya saya pikir sama saja".
"Oh, jadi ga apa-apa telat ya? Karena situ pikir kerja situ adalah juga
ibadah?"
Sekuriti itu senyum aja.
Disebut jujur mengatakan itu, bisa ya bisa tidak. Artinya, sekuriti itu bisa
benar-benar menganggap kerjaannya ibadah, tapi bisa juga ga. Cuma sebatas
omongan doangan. Lagian, kalo nganggap kerjaan-kerjaan kita ibadah, apa yang
kita lakukan di dunia ini juga ibadah, kalau kita niatkan sebagai ibadah.
Tapi, itu ada syaratnya. Apa syaratnya? Yakni kalau ibadah wajibnya, tetap
nomor satu. Kalau ibadah wajibnya nomor tujuh belas, ya disebut bohong dah
tuh kerjaan adalah ibadah. Misalnya lagi, kita niatkan usaha kita sebagai
ibadah, boleh ga? Bagus malah.. Bukan hanya boleh. Tapi kemudian kita
menerima tamu sementara Allah datang. Artinya kita menerima tamu pas waktu
shalat datang, dan kemudian kita abaikan shalat, kita abaikan Allah, maka
yang demikian masihkah pantas disebut usaha kita adalah ibadah? Apalagi
kalau kemudian hasil kerjaan dan hasil usaha, buat Allah nya lebih sedikit
ketimbang buat kebutuhan-kebutuhan kita. Kayaknya perlu dipikirin lagi tuh
sebutan-sebutan ibadah.
"Disebut barusan itu maksudnya jam setengah limaan ya? Saya kan baru jam 5
nih masuk ke pom bensin ini", saya mengejar.
"Ya, kurang lebih dah".
Saya mengingat diri saya dulu yang dikoreksi oleh seorang faqih, seorang
'alim, bahwa shalat itu kudu tepat waktu. Di awal waktu. Tiada disebut
perhatian sama Yang Memberi Rizki bila shalatnya tidak tepat waktu. Aqimish
shalaata lidzikrii, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. Lalu, kita
bersantai-santai dalam mendirikan shalat. Entar-entaran. Itu kan jadi sama
saja dengan mengentar-entarkan mengingat Allah. Maka lalu saya ingatkan
sekuriti yang entahlah saya merasa he is the man yang Allah sedang berkenan
mengubahnya dengan mempertemukan dia dengan saya.
"Gini ya Kang. Kalo situ shalatnya jam setengah lima, memang untuk mengejar
ketertinggalan dunia saja, jauh tuh. Butuh perjalanan satu setengah jam
andai ashar ini kayak sekarang, jam tiga kurang dikit. Bila dalam sehari
semalam kita shalat telat terus, dan kemudian dikalikan sejak akil baligh,
sejak diwajibkan shalat, kita telat terus, maka berapa jarak ketertinggalan
kita tuh? 5x satu setengah jam, lalu dikali sekian hari dalam sebulan, dan
sekian bulan dalam setahun, dan dikali lagi sekian tahun kita telat. Itu
baru telat saja, belum kalo ketinggalan atau kelupaan, atau yang lebih
bahayanya lagi kalau bener-benar lewat tuh shalat? Wuah, makin jauh saja
mestinya kita dari senang".
Saudara-saudaraku Peserta KuliahOnline, percakapan ini kurang lebih begitu.
Mudah-mudahan sekuriti ini paham apa yang saya omongin. Dari raut mukanya,
nampaknya ia paham. Mudah-mudahan demikian juga saudara-saudara ya? He he
he. Belagu ya saya? Masa omongan cetek begini kudu nanya paham apa engga
sama lawan bicara?
Saya katakan pada dia. Jika dia alumni SMU, yang selama ini telat shalatnya,
maka kawan-kawan selitingnya mah udah di mana, dia masih seperti diam di
tempat. Bila seseorang membuka usaha, lalu ada lagi yang buka usaha,
sementara yang satu usahanya maju, dan yang lainnya sempit usahanya, bisa
jadi sebab ibadah yang satu itu bagus sedang yang lain tidak.
Dan saya mengingatkan kepada peserta KuliahOnline untuk tidak menggunakan
mata telanjang untuk mengukur kenapa si Fulan tidak shalat, dan cenderung
jahat lalu hidupnya seperti penuh berkah? Sedang si Fulan yang satu yang
rajin shalat dan banyak kebaikannya, lalu hidupnya susah. Jawaban terhadap
pertanyaan-pertanya an seperti ini cukup kompleks. Tapi bisa diurai satu satu
dengan bahasa-bahasa kita, bahasa-bahasa kehidupan yang cair dan dekat
dengan fakta. Insya Allah ada waktunya pembahasan yang demikian.
Kembali kepada si sekuriti, saya tanya, "Terus, mau berubah?"
"Mau Pak Ustadz. Ngapain juga coba saya kejar Pak Ustadz nih, kalo ga
serius?"
"Ya udah, deketin Allah dah. Ngebut ke Allah nya".
"Ngebut gimana?"
"Satu, benahin shalatnya. Jangan setengah lima-an lagi shalat asharnya.
Pantangan telat. Buru tuh rizki dengan kita yang datang menjemput Allah.
Jangan sampe keduluan Allah".
Si sekuriti mengaku mengerti, bahwa maksudnya, sebelum azan udah standby di
atas sajadah. Kita ini pengen rizkinya Allah, tapi ga kenal sama Yang
Bagi-bagiin rizki. Contohnya ya pekerja-pekerja di tanah air ini.. Kan aneh.
Dia pada kerja supaya dapat gaji. Dan gaji itu rizki. Tapi giliran Allah
memanggil, sedang Allah lah Tuhan yang sejatinya menjadikan seseorang
bekerja, malah kelakuannya seperti ga menghargai Allah. Nemuin klien, rapih,
wangi, dan persiapannya masya Allah. Eh, giliran ketemu Allah, amit-amit
pakaiannya, ga ada persiapan, dan tidak segan-segan menunjukkan wajah dan
fisik lelahnya. Ini namanya ga kenal sama Allah.
"Yang kedua," saya teruskan. "Yang kedua, keluarin sedekahnya".
Saya inget betul. Sekuriti itu tertawa. "Pak Ustadz, pegimana mau sedekah,
hari gini aja nih, udah pada habis belanjaan. Hutang di warung juga terpaksa
dibuka lagi,. Alias udah mulai ngambil dulu bayar belakangan".
"Ah, ente nya aja kali yang kebanyakan beban. Emang gajinya berapa?"
"Satu koma tujuh, Pak ustadz".
"Wuah, itu mah gede banget. Maaf ya, untuk ukuran sekuriti, yang orang
sering sebut orang kecil, itu udah gede".
"Yah, pan kudu bayar motor, bayar kontrakan, bayar susu anak, bayar ini
bayar itu. Emang ga cukup Pak ustadz".
"Itu kerja bisa gede, emang udah lama kerjanya?"
"Kerjanya sih udah tujuh taon. Tapi gede gaji bukan karena udah lama
kerjanya. Saya ini kerjanya pagi siang sore malem, ustadz".
"Koq bisa?"
"Ya, sebab saya tinggal di mess. Jadi dihitung sama bos pegimana gitu sampe
ketemu angka 1,7jt".
"Terus, kenapa masih kurang?"
"Ya itu, sebab saya punya tanggungan banyak".
"Secara dunianya, lepas aja itu tanggungan. Kayak motor.. Ngapain juga ente
kredit motor? Kan ga perlu?"
"Pengen kayak orang-orang Pak Ustadz".
"Ya susah kalo begitu mah. Pengen kayak orang-orang, motornya. Bukan ilmu
dan ibadahnya. Bukan cara dan kebaikannya. Repot".
Sekuriti ini nyengir. Emang ini motor kalo dilepas, dia punya 900 ribu.
Rupanya angsuran motornya itu 900 ribu. Ga jelas tuh darimana dia nutupin
kebutuhan dia yang lain. Kontrakan saja sudah 450 ribu sama air dan listrik.
Kalo ngelihat keuangan model begini, ya nombok dah jadinya.
"Ya udah, udah keterlanjuran ya? Ok. Shalatnya gimana? Mau diubah?"
"Mau Ustadz. Saya benahin dah".
"Bareng sama istri ya. Ajak dia. Jangan sendirian. Ibarat sendal, lakukan
berdua.. Makin cakep kalo anak-anak juga dikerahin.. Ikutan semuanya
ngebenahin shalat".
"Siap ustadz".
"Tapi sedekahnya tetap kudu loh".
"Yah Ustadz. Kan saya udah bilang, ga ada".
"Sedekahin aja motornya. Kalo engga apa keq".
"Jangan Ustadz. Saya sayang-sayang ini motor. Susah lagi belinya. Tabungan
juga ga ada. Emas juga ga punya".
Sekuriti ini berpikir, saya kehabisan akal untuk nembak dia. Tapi saya akan
cari terus. Sebab tanggung. Kalo dia hanya betulin shalatnya saja, tapi
sedekahnya tetap ga keluar, lama keajaiban itu akan muncul.. Setidaknya
menurut ilmu yang saya dapat. Kecuali Allah berkehendak lain. Ya lain soal
itu mah.
Sebentar kemudian saya bilang sama ini sekuriti, "Kang, kalo saya unjukin
bahwa situ bisa sedekah, yang besar lagi sedekahnya, situ mau percaya?". Si
sekuriti mengangguk. "Ok, kalo sudah saya tunjukkan, mau ngejalanin?" .
Sekuriti ini ngangguk lagi. "Selama saya bisa, saya akan jalanin," katanya,
manteb.
"Gajian bulan depan masih ada ga?"
"Masih. Kan belum bisa diambil?"
"Bisa. Dicoba dulu".
"Entar bulan depan saya hidup pegimana?"
"Yakin ga sama Allah?"
"Yakin".
"Ya kalo yakin, titik. Jangan koma. Jangan pake kalau".
Sekuriti ini saya bimbing untuk kasbon. Untuk sedekah. Sedapetnya. Tapi
usahakan semua. Supaya bisa signifikan besaran sedekahnya. Sehingga
perubahannya berasa. Dia janji akan ngebenahin mati-matian shalatnya.
Trmasuk dia akan polin shalat taubatnya, shalat hajatnya, shalat dhuha dan
tahajjudnya. Dia juga janji akan rajinin di waktu senggang untuk baca al
Qur'an. Perasaan udah lama banget dia emang ga lari kepada Allah. Shalat
Jum'at aja nunggu komat, sebab dia sekuriti. Wah, susah dah. Dan itu dia
aminin. Itulah barangkali yang sudah membuat Allah mengunci mati dirinya
hanya menjadi sekuriti sekian tahun, padahal dia Sarjana Akuntansi!
Ya, rupanya dia ini Sarjana Akuntansi. Pantesan juga dia ga betah dengan
posisinya sebagai sekuriti. Ga kena di hati. Ga sesuai sama rencana. Tapi ya
begitu dah hidup.. Apa boleh buta, eh, apa boleh buat. Yang penting kerja
dan ada gajinya.
Bagi saya sendiri, ga mengapa punya banyak keinginan. Asal keinginan itu
keinginan yang diperbolehkan, masih dalam batas-batas wajar. Dan ga apa-apa
juga memimpikan sesuatu yang belom kesampaian sama kita. Asal apa? Asal kita
barengin dengan peningkatan ibadah kita. Kayak sekarang ini, biarin aja
harga barang pada naik. Ga usah kuatir. Ancem aja diri, agar mau menambah
ibadah-ibadahnya. Jangan malah berleha-leha. Akhirnya hidup kemakan dengan
tingginya harga,. Ga kebagian.

***

Sekuriti ini kemudian maju ke atasannya, mau kasbon. Ketika ditanya buat
apa? Dia nyengir ga jawab. Tapi ketika ditanya berapa? Dia jawab, Pol. Satu
koma tujuh. Semuanya.
"Mana bisa?" kata komandannya.
"Ya Pak, saya kan ga pernah kasbon. Ga pernah berani. Baru ini saya berani".
Komandannya terus mengejar, buat apa? Akhirnya mau ga mau sekuriti ini jawab
dengan menceritakan pertemuannya dengan saya.
Singkat cerita, sekuriti ini direkomendasikan untuk ketemu langsung sama
ownernya ini pom bensin... Katanya, kalau pake jalur formal, dapet kasbonan
30% aja belum tentu lolos cepet. Alhamdulillah, bos besarnya menyetujui.
Sebab komandannya ini ikutan merayu, "Buat sedekah katanya Pak", begitu kata
komandannya.
Subhaanallaah, satu pom bensin itu menyaksikan perubahan ini. Sebab cerita
si sekuriti ini sama komandannya, yang merupakan kisah pertemuannya dengan
saya, menjadi kisah yang dinanti the end story nya. Termasuk dinanti oleh
bos nya.
"Kita coba lihat, berubah ga tuh si sekuriti nasibnya", begitu lah pemikiran
kawan-kawannya yang tahu bahwa si sekuriti ini ingin berubah bersama Allah
melalui jalan shalat dan sedekah.
Hari demi hari, sekuriti ini dilihat sama kawan-kawannya rajin betul
shalatnya. Tepat waktu terus. Dan lumayan istiqamah ibadah-ibadah sunnahnya.
Bos nya yang mengetahui hal ini, senang. Sebab tempat kerjanya jadi barokah
dengan adanya orang yang mendadak jadi saleh begini. Apalagi kenyataannya si
sekuriti ga mengurangi kedisiplinan kerjaannya.. Malah tambah cerah muka
nya.
Sekuriti ini mengaku dia cerah, sebab dia menunggu janjinya Allah. Dan dia
tahu janji Allah pastilah datang. Begitu katanya, menantang ledekan
kawan-kawannya yang pada mau ikutan rajin shalat dan sedekah, asal dengan
catatan dia berhasil dulu.
Saya ketawa mendengar dan menuliskan kembali kisah ini. Bukan apa-apa, saya
demen ama yang begini. Sebab insya Allah, pasti Allah tidak akan tinggal
diam. Dan barangkali akan betul-betul mempercepat perubahan nasib si
sekuriti. Supaya benar-benar menjadi tambahan uswatun hasanah bagi yang
belum punya iman. Dan saya pun tersenyum dengan keadaan ini, sebab Allah
pasti tidak akan mempermalukannya juga, sebagaimana Allah tidak akan
mempermalukan si sekuriti.
Suatu hari bos nya pernah berkata, "Kita lihatin nih dia. Kalo dia ga kasbon
saja, berarti dia berhasil. Tapi kalo dia kasbon, maka kelihatannya dia
gagal. Sebab buat apa sedekah 1 bulan gaji di depan yang diambil di muka,
kalau kemudian kas bon. Percuma".
Tapi subhaanallah, sampe akhir bulan berikutnya, si sekuriti ini ga kasbon.
Berhasil kah?
Tunggu dulu. Kawan-kawannya ini ga melihat motor besarnya lagi. Jadi, tidak
kasbonnya dia ini, sebab kata mereka barangkali aman sebab jual motor. Bukan
dari keajaiban mendekati Allah.
Saatnya ngumpul dengan si bos, ditanyalah si sekuriti ini sesuatu urusan
yang sesungguhnya adalah rahasia dirinya.
"Bener nih, ga kasbon? Udah akhir bulan loh. Yang lain bakalan gajian.
Sedang situ kan udah diambil bulan kemaren".
Sekuriti ini bilang tadinya sih dia udah siap-siap emang mau kasbon kalo
ampe pertengahan bulan ini ga ada tanda-tanda. Tapi kemudian cerita si
sekuriti ini benar-benar bikin bengong orang pada.
Sebab apa? Sebab kata si sekuriti, pasca dia benahin shalatnya, dan dia
sedekah besar yang belum pernah dia lakukan seumur hidupnya, yakni hidupnya
di bulan depan yang dia pertaruhkan, trjadi keajaiban. Di kampung, ada
transaksi tanah, yang melibatkan dirinya.. Padahal dirinya ga trlibat secara
fisik. Sekedar memediasi saja lewat sms ke pembeli dan penjual. Katanya,
dari transaksi ini, Allah persis mengganti 10x lipat. Bahkan lebih. Dia
sedekah 1,7jt gajinya. Tapi Allah mengaruniainya komisi penjualan tanah di
kampungnya sebesar 17,5jt. Dan itu trjadi begitu cepat. Sampe-sampe bulan
kemaren juga belum selesai. Masih tanggalan bulan kemaren, belum berganti
bulan.
Kata si sekuriti, sadar kekuatannya ampe kayak gitu, akhirnya dia malu sama
Allah. Motornya yang selama ini dia sayang-sayang, dia jual! Uangnya
melek-melek buat sedekah. Tuh motor dia pake buat ngeberangkatin
satu-satunya ibunya yang masih hidup. Subhaanallaah kan? Itu jual motor,
kurang. Sebab itu motor dijual cepat harganya ga nyampe 13 juta. Tapi dia
tambahin 12 juta dari 17jt uang cash yang dia punya. Sehingga ibunya punya
25 juta. Tambahannya dari simpenan ibunya sendiri.
Si sekuriti masih bercerita, bahwa dia merasa aman dengan uang 5 juta
lebihan transaksi. Dan dia merasa ga perlu lagi motor. Dengan uang ini, ia
aman. Ga perlu kasbon.
Mendadak si bos itu yang kagum. Dia lalu kumpulin semua karyawannya, dan
menyuruh si sekuriti ini bercerita tentang keberkahan yang dilaluinya selama
1 bulan setengah ini.
Apakah cukup sampe di situ perubahan yang trjadi pada diri si sekuriti?
Engga. Si sekuriti ini kemudian diketahui oleh owner pom bensin tersebut
sebagai sarjana S1 Akuntansi. Lalu dia dimutasi di perusahaan si owner yang
lain, dan dijadikan staff keuangan di sana. Masya Allah, masya Allah, masya
Allah. Berubah, berubah, berubah.
Saudara-saudaraku sekalian.. Cerita ini bukan sekedar cerita tentang
Keajaiban Sedekah dan Shalat saja. Tapi soal tauhid. soal keyakinan dan iman
seseorang kepada Allah, Tuhannya. Tauhid, keyakinan, dan imannya ini bekerja
menggerakkan dia hingga mampu berbuat sesuatu. Tauhid yang menggerakkan!
Begitu saya mengistilahkan. Sekuriti ini mengenal Allah. Dan dia baru
sedikit mengenal Allah. Tapi lihatlah, ilmu yang sedikit ini dipake sama
dia, dan diyakini. Akhirnya? Jadi! Bekerja penuh buat perubahan dirinya,
buat perubahan hidupnya.
Subhaanallaah, masya Allah.
Dan lihat juga cerita ini, seribu kali si sekuriti ini berhasil keluar
sebagai pemenang, siapa kemudian yang mengikuti cerita ini? Kayaknya
kawan-kawan sepom bensinnya pun belum tentu ada yang mengikuti jejak
suksesnya si sekuriti ini. Barangkali cerita ini akan lebih dikenang sebagai
sebuah cerita manis saja. Setelah itu, kembali lagi pada rutinitas dunia.
Yah, barangkali tidak semua ditakdirkan menjadi manusia-manusia pembelajar.
Pertanyaan ini juga layak juga diajukan kepada Peserta KuliahOnline yang
saat ini mengikuti esai ini? Apa yang ada di benak Saudara? Biasa sajakah?
Atau mau bertanya, siapa sekuriti ini yang dimaksud? Di mana pom bensinnya?
Bisa kah kita bertemu dengan orang aslinya? Berdoa saja. Sebab kenyataannya
juga buat saya tidak gampang menghadirkan testimoni aslinya. Semua orang
punya prinsip hidup yang berbeda. Di antara semua peserta KuliahOnline saja
ada yang insya Allah saya yakin mengalami keajaiban-keajaiban dalam hidup
ini. Sebagiannya memilih diam saja, dan sebagiannya lagi memilih
menceritakan ini kepada satu dua orang saja, dan hanya orang-orang tertentu
saja yang memilih untuk benar-benar terbuka untuk dicontoh. Dan memang bukan
apa-apa, ketika sudah dipublish, memang tidak gampang buat seseorang
menempatkan dirinya untuk menjadi contoh.
Yang lebih penting buat kita sekarang ini, bagaimana kemudian kisah ini
mengisnpirasikan kita semua untuk kemudian sama-sama mencontoh saja kisah
ini. Kita ngebut sengebut2nya menuju Allah. Yang merasa dosanya banyak,
sudah, jangan terus-terusan meratapi dosanya. Kejar saja ampunan Allah
dengan memperbanyak taubat dan istighfar, lalu mengejarnya dengan amal
saleh. Persis seeperti yang kemaren-kemaren juga dijadikan statement esai
penutup.
Kepada Allah semua kebenaran dan niat dikembalikan. Salam saya buat keluarga
dan kawan-kawan di sekeliling saudara semua. Saya merapihkan tulisan ini di
halaman parkir rumah sakit Harapan Kita.. Masih di dalam mobil. Sambil
menunggu dunia terang. Insya Allah hari ini bayi saya, Muhammad Yusuf al
Haafidz akan pulang ke rumah untuk yang pertama kalinya. Terima kasih banyak
atas doa-doanya dan perhatiannya. Mudah-mudahan allah membalas amal baik
saudara semua.
Dari semalam saya tulis esai ini. Tapi rampungnya sedikit sedikit. Ini juga
tadinya bukan esai sekuriti ini yang mau saya jadikan tulisan. Tapi ya Allah
jugalah yang menggerakkan tangan ini menulis.
Semalam, file yang dibuka adalah tentang langkah konkrit untuk berubah. Lalu
saya lampirkan kalimat pendahuluan. Siapa sangka, kalimat pendahuluan ini
saja sudah 10 halaman, hampipr 11 halaman. Saya pikir, esai ini saja sudah
kepanjangan. Jadi, ya sampe ketemu dah di esai berikutnya. Saya berhutang
banyak kepada saudara semua.. Di antaranya, saya jadi ikut belajar.
Semalam saya ikutan tarawih di pesantren Daarul Qur'an internasional. Sebuah
pesantren yang dikemas secara modern dan internasional. . Tapi tarawihnya
dijejek 1 juz sekali tarawih. Masya Allah, semua yang terlibat, terlihat
menikmati. Ga makmumnya, ga imam-imamnya, ga para tamu dan wali santri yang
ikut. Semua menikmati. Jika ada di antara peserta KuliahOnline yang pengen
ikutan tarawih 1 juz ini, silahkan datang saja langsung ya. Insya Allah saya
usahakan ada. Sebab saya juga kebagian menjadi salah satu imam jaganya. Ya,
kondisi-kondisi begini yang saya demen. Saya kurangin jadwal, tapi masih
tetep bisa ngajar lewat KuliahOnline ini. Dan saya masih sempet mengkader
ustadz-ustadz muda untuk diperjalankan ke seantero negeri. Sementara saya
akhirnya bisa mendampingi para santri dan guru-guru memimpin dan
mengembangkan pesantren Daarul Qur'an ini.
Ok, kelihatannya matahari sudah mulai kelihatan. Saya baru pulang juga
langsung dari TPI. Siaran langsung jam 5 ba'da shubuh tadi. Istri saya
meluncurnya dari rumah. Doakan keluarga kami ya. Saya juga tiada henti
mendoakan saudara dan jamaah semua

Bab 33 - Sebuah lengkungan ajaib

Bab 33
Sebuah lengkungan ajaib

Semoga di akhir pekan yang membahagiakan ini, sahabat berada dalam kedamaian dan kebahagiaan bersama keluarga tercinta.
Akhir-akhir ini, semakin sering saya mendengar sebuah kelakar 'saat ini, segala sesuatu mahal, bahkan senyum sekali pun'. Sebuah frasa satir yang penuh kritik. Tetapi, memang selalu ada kekuatan dibalik sebuah kelakar lucu, seperti yang dikatakan oleh Robin William bahwa lelucon adalah ungkapan sikap optimis.
Senyuman yang sebenarnya adalah lengkungan bibir yang penuh
Senyuman adalah bentuk terindah bahasa tubuh yang dapat dinikmati orang lain dari sebuah pribadi hati yang merona bahagia. Senyuman, juga adalah ekspresi jiwa yang terbebas dari keburukan. Walau ada istilah senyum kecut, senyum penuh misteri - senyum monalisa, senyum menggoda, senyum mengejek; itu semua sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai sebuah senyuman, melainkan hanya lengkungan bibir yang tidak penuh. Karena senyuman yang sebenarnya adalah lengkungan bibir yang penuh. Dan hanya karena ketulusan lah, sebuah lengkungan bibir dapat mencapai bentuk sempurnanya.
Uang ditukarkan dengan barang atau jasa, senyuman ditukarkan dengan rasa jiwa
Jika kita membutuhkan barang atau jasa dari seseorang, kita harus menukarkannya dengan uang - karena metoda barter sudah lama tidak populer. Tetapi jika kita, Anda dan saya, ingin membeli perasaan seseorang, hanya bisa menawarnya pertama kali dengan down payment sebuah senyuman.
Senyuman juga memiliki kelebihan terbaiknya dalam hal tukar menukar, karena dia satu-satunya alat tukar di dunia yang dapat diterima semua bangsa. Sebuah alat tukar yang tidak pernah mengalami inflasi, depresiasi apatah lagi politisasi. Karena senyuman adalah bentuk terbaik dan paling sederhana dari hegemoni universalitas.
Senyuman adalah sebuah lengkungan yang meluruskan segala sesuatunya
(Phyllis Diller)
Banyak sekali kesulitan, masalah, kekeliruan, kegundahan, kekacauan atau keburukan yang dapat diwakilkan pada bentuk-bentuk garis yang melengkung. Kita seringkali melukiskan kompleksitas permasalahan yang tinggi dengan garis yang melengkung tak beraturan menyerupai benang kusut. Dan seperti yang sering kita alami atau temukan bersama, sebuah senyuman benar-benar dapat menjadi pemungkin lurusnya garis-garis itu. Dia adalah lengkungan yang ajaib. Bukankah telah sampai pada kita, kisah-kisah pelayanan yang tulus menjadi penyebab selasainya keluhan-keluhan pelayanan publik, bahkan tidak jarang yang selesai sebelum sampai pada titik permasalahan yang sebenarnya.

Tetapi juga mohon diingat, seringkali lengkungan tidak penuh (cemberut, muka masam, tidak ramah, tidak tulus, jutek) yang mengundang permasalahan muncul, membesar bahkan menambah akut.
Jika kamu tidak menggunakan senyumanmu, kamu seperti orang yang memiliki tabungan satu juta dollar, tetapi tidak mempunyai buku cek untuk mengambilnya
(Les Giblin)
Maka, tersenyumlah. Karena senyum adalah bentuk termudah berbagi dengan sesama.
Sudah sampaikah berita dari langit kepada Anda, bahwa senyum adalah sebuah kemuliaan?

Bab 32 - Kurban terbaik

Bab 32
Kurban terbaik
Posting dari Muhammaddin

Kuhentikan mobil tepat di ujung kandang tempat berjualan hewan Qurban.
Saat pintu mobil kubuka, bau tak sedap memenuhi rongga hidungku,
dengan spontan aku menutupnya dengan saputangan.
Suasana di tempat itu sangat ramai, dari para penjual yang hanya bersarung
hingga ibu-ibu berkerudung Majelis Taklim, tidak terkecuali anak-anak
yang ikut menemani orang tuanya melihat hewan yang akan di-Qurban-kan pada Idul Adha nanti,
sebuah pembelajaran yang cukup baik bagi anak-anak sejak dini
tentang pengorbanan NabiAllah Ibrahim & Nabi Ismail.

Aku masuk dalam kerumunan orang-orang yang sedang bertransaksi
memilih hewan yang akan di sembelih saat Qurban nanti.
Mataku tertuju pada seekor kambing coklat bertanduk panjang,
ukuran badannya besar melebihi kambing-kambing di sekitarnya.

" Berapa harga kambing yang itu pak ?" ujarku menunjuk kambing coklat tersebut.

" Yang coklat itu yang terbesar pak. Kambing Mega Super dua juta rupiah tidak kurang" kata si pedagang berpromosi
matanya berkeliling sambil tetap melayani calon pembeli lainnya.

" Tidak bisa turun pak?" kataku mencoba bernegosiasi.

" Tidak kurang tidak lebih, sekarang harga-harga serba mahal" si pedagang bertahan.

" Satu juta lima ratus ribu ya?" aku melakukan penawaran pertama

" Maaf pak, masih jauh." ujarnya cuek.

Aku menimbang-nimbang, apakah akan terus melakukan penawaran terendah
berharap si pedagang berubah pendirian dengan menurunkan harganya.

" Oke pak bagaimana kalau satu juta tujuh ratus lima puluh ribu?" kataku

" Masih belum nutup pak " ujarnya tetap cuek

" Yang sedang mahal kan harga minyak pak. Kenapa kambing ikut naik?"
ujarku berdalih mencoba melakukan penawaran termurah.

" Yah bapak, meskipun kambing gak minum minyak. Tapi dia gak bisa datang ke sini sendiri.
Tetap saja harus di angkut mobil pak, dan mobil bahan bakarnya bukan rumput"
kata si pedagang meledek.

Dalam hati aku berkata, alot juga pedagang satu ini. Tidak menawarkan harga selain
yang sudah di kemukakannya di awal tadi. Pandangan aku alihkan ke kambing lainnya
yang lebih kecil dari si coklat. Lumayan bila ada perbedaan harga lima ratus ribu.
Kebetulan dari tempat penjual kambing ini, aku berencana ke toko ban mobil.
Mengganti ban belakang yang sudah mulai terlihat halus tusirannya.
Kelebihan tersebut bisa untuk menambah budget ban yang harganya kini selangit.

" Kalau yang belang hitam putih itu berapa bang?" kataku kemudian

" Nah yang itu Super biasa. Satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah" katanya

Belum sempat aku menawar, di sebelahku berdiri seorang kakek menanyakan
harga kambing coklat Mega Super tadi.
Meskipun pakaian "korpri" yang ia kenakan lusuh, tetapi wajahnya masih terlihat segar.

" Gagah banget kambing itu. Berapa harganya mas?" katanya kagum

" Dua juta tidak kurang tidak lebih kek." kata si pedagang setengah malas menjawab
setelah melihat penampilan si kakek.

" Weleh larang men regane (mahal benar harganya) ?" kata si kakek dalam bahasa Purwokertoan
" bisa di tawar-kan ya mas ?" lanjutnya mencoba negosiasi juga.

" Cari kambing yang lain aja kek. " si pedagang terlihat semakin malas meladeni.

" Ora usah (tidak) mas. Aku arep sing apik lan gagah Qurban taun iki (Aku mau yang terbaik dan gagah untuk Qurban tahun ini)
Duit-e (uangnya) cukup kanggo (untuk) mbayar koq mas." katanya tetap bersemangat seraya mengeluarkan bungkusan
dari saku celananya. Bungkusan dari kain perca yang juga sudah lusuh itu di bukanya, enam belas lembar uang seratus ribuan
dan sembilan lembar uang lima puluh ribuan dikeluarkan dari dalamnya.
" Iki (ini) dua juta rupiah mas. Weduse (kambingnya) dianter ke rumah ya mas?" lanjutnya mantap tetapi tetap bersahaja.

Si pedagang kambing kaget, tidak terkecuali aku yang memperhatikannya sejak tadi.
Dengan wajah masih ragu tidak percaya si pedagang menerima uang yang disodorkan si kakek,
kemudian di hitungnya perlahan lembar demi lembar uang itu.

" Kek, ini ada lebih lima puluh ribu rupiah" si pedagang mengeluarkan selembar lima puluh ribuan

" Ora ono ongkos kirime tho...?" (Enggak ada ongkos kirimnya ya?) si kakek seakan tahu uang yang diberikannya berlebih

" Dua juta sudah termasuk ongkos kirim" si pedagang yg cukup jujur memberikan lima puluh ribu ke kakek
" mau di antar ke mana mbah?" (tiba-tiba panggilan kakek berubah menjadi mbah)

" Alhamdulillah, lewih (lebih) lima puluh ribu iso di tabung neh (bisa ditabung lagi)" kata si kakek sambil menerimanya
" tulung anterke ning deso cedak kono yo (tolong antar ke desa dekat itu ya),
sak sampene ning mburine (sesampainya di belakang) Masjid Baiturrohman,
takon ae umahe (tanya saja rumahnya) mbah Sutrimo pensiunan pegawe Pemda Pasir Mukti,
InsyaAllah bocah-bocah podo ngerti (InsyaAllah anak-anak sudah tahu)."

Setelah selesai bertransaksi dan membayar apa yang telah di sepakatinya, si kakek berjalan ke arah sebuah sepeda tua
yang di sandarkan pada sebatang pohon pisang, tidak jauh dari X-Trail milikku.
Perlahan di angkat dari sandaran, kemudian dengan sigap di kayuhnya tetap dengan semangat.

Entah perasaan apa lagi yang dapat kurasakan saat itu, semuanya berbalik ke arah berlawanan dalam pandanganku.
Kakek tua pensiunan pegawai Pemda yang hanya berkendara sepeda engkol,
sanggup membeli hewan Qurban yang terbaik untuk dirinya.
Aku tidak tahu persis berapa uang pensiunan PNS yang diterima setiap bulan oleh si kakek.
Yang aku tahu, di sekitar masjid Baiturrohman tidak ada rumah yang berdiri dengan mewah,
rata-rata penduduk sekitar desa Pasir Mukti hanya petani dan para pensiunan pegawai rendahan.
Yang pasti secara materi, sangatlah jauh di banding penghasilanku sebagai Manajer perusahaan swasta asing.
Yang sanggup membeli rumah di kawasan cukup bergengsi
Yang sanggup membeli kendaraan roda empat yang harga ban-nya saja cukup membeli seekor kambing Mega Super
Yang sanggup mempunyai hobby berkendara moge (motor gede) dan memilikinya
Yang sanggup membeli hewan Qurban dua ekor sapi sekaligus

Tapi apa yang aku pikirkan?
Aku hanya hendak membeli hewan Qurban yang jauh di bawah kemampuanku
yang harganya tidak lebih dari service rutin mobil X-Trail, kendaraanku di dunia fana.
Sementara untuk kendaraanku di akhirat kelak, aku berpikir seribu kali saat membelinya.

Ya Allah, Engkau yang Maha Membolak-balikan hati manusia
balikkan hati hambaMu yang tak pernah berSyukur ini
ke arah orang yang pandai menSyukuri nikmatMu.

Bab 31 - KIAT SEHAT ALA....RASULULLAH SAW

Bab 31
KIAT SEHAT ALA....RASULULLAH SAW


1. SELALU BANGUN SEBELUM SUBUH

Rasul selalu mengajak ummatnya untuk bangun sebelum subuh, melaksanakan sholat sunah dan sholat Fardhu,sholat subuh berjamaah. Hal ini memberi hikmah yg mendalam antara lain :
Berlimpah pahala dari Allah
Kesegaran udara subuh yg bagus utk kesehatan/terapi penyakit TB
Memperkuat pikiran dan menyehatkan perasaan


2. AKTIF MENJAGA KEBERSIHAN
Rasul selalu senantiasa rapi & bersih, tiap hari kamis atau Jumaat beliau mencuci rambut-rambut halus di pipi, selalu memotong kuku, bersisir dan berminyak wangi. "Mandi pada hari Jumaat adalah wajib bagi setiap orang-orang dewasa. Demikian pula menggosok gigi dan memakai harum-haruman"(HR Muslim)

3.TIDAK PERNAH BANYAK MAKAN

Sabda Rasul : "Kami adalah sebuah kaum yang tidak makan sebelum lapar dan bila kami makan tidak terlalu banyak (tidak sampai kekenyangan)"(Muttafaq Alaih)
Dalam tubuh manusia ada 3 ruang untuk 3 benda:
Sepertiga untuk udara, sepertiga untuk air dan sepertiga lainnya Untuk makanan. Bahkan ada satu tarbiyyah khusus bagi ummat Islam dengan adanya Puasa Ramadhan untuk menyeimbangkan kesehatan

4. GEMAR BERJALAN KAKI
Rasul selalu berjalan kaki ke Masjid, Pasar, medan jihad, Mengunjungi rumah sahabat, dan sebagainya. Dengan berjalan kaki, keringat akan mengalir, pori-pori terbuka dan peredaran darah akan berjalan lancar.
Ini penting untuk mencegah penyakit jantung

5. TIDAK PEMARAH
Nasihat Rasulullah : "Jangan Marah-Marah diulangi sampai 3 kali. Ini menunujukkan hakikat kesehatan dan kekuatan Muslim bukanlah terletak pada jasadiyah belaka, tetapi lebih jauh yaitu dilandasi oleh kebersihan dan kesehatan jiwa. Ada terapi yang tepat untuk menahan marah :
- Mengubah posisi ketika marah, bila berdiri maka duduk, dan bila Duduk maka berbaring
- Membaca Ta 'awwudz, karena marah itu dari Syaithon
- Segeralah berwudhu
- Sholat 2 Rokaat untuk meraih ketenangan dan menghilangkan kegundahan hati

6. OPTIMIS DAN TIDAK PUTUS ASA
Sikap optimis akan memberikan dampak psikologis yang mendalam bagi kelapangan jiwa sehingga tetap
sabar, istiqomah dan bekerja keras, serta tawakal kepada Allah SWT


7. TAK PERNAH IRI HATI
Untuk menjaga stabilitas hati & kesehatan jiwa, mentalitas maka Menjauhi iri hati merupakan tindakan preventif yang sangat tepat.

::Ya Allah,bersihkanlah hatiku dari sifat sifat mazmumah

Dan Hiasilah diriku dengan sifat sifat mahmudah...::

Bab 30 - Menakar Kejujuran di Kantin Sekolah

Bab 30
Menakar Kejujuran di Kantin Sekolah
Pikiran Rakyat, Rabu, 16 Januari 2008,


BUPATI Bandung Obar Sobarna (kanan) bersama siswa SMAN 1 Ciparay dan unsur
muspida lainnya menikmati makanan di Kantin Kejujuran SMAN 1 Ciparay Kab.
Bandung, Selasa (15/1).* DENI YUDIAWAN/"PR"JANGAN heran jika Anda tak
menemui seorang penjaga pun di kantin SMA Negeri 1 Ciparay Kab. Bandung.
Meski banyak pembeli "menyerbu" makanan yang dijajakan, sang penjaga
kantin tak akan pernah muncul. Uniknya, pembeli memahami benar keadaan
itu. Mereka akan mengeluarkan uang dari saku dan meletakkannya dalam kotak
khusus saat mengambil makanan, yang jumlahnya sesuai dengan harga
banderol. Jika jumlah uangnya terlalu besar, pembeli pulalah yang
mengambil kembaliannya.

Tidak, penjaga kantin tidak sedang berhalangan atau sakit. Kantin di SMAN
1 Ciparay di Desa Pakutandang, Kec. Ciparay, Kab. Bandung itu memang tak
memiliki penjaga. Hanya kejujuran pembelilah yang memegang peran dalam
kegiatan operasional kantin tersebut sehari-hari.

Rugikah? Tentu saja tidak, selama kejujuran dapat ditegakkan oleh para
pembeli. Konsep yang sangat sederhana, namun mungkin akan sangat sulit
dalam pelaksanaannya.

Kantin di SMAN 1 Ciparay itu dinamai Kantin Kejujuran. Sekilas, kantin ini
tak ubahnya kebanyakan kantin lainnya. Pembedanya hanya dalam pola
pembayaran yang menitikberatkan pada kesadaran pembeli. Kantin Kejujuran
yang diresmikan langsung oleh Bupati Bandung Obar Sobarna, Selasa (15/1)
itu merupakan metode baru yang rencananya akan diterapkan di seluruh
sekolah di Kab. Bandung. Meski bukan yang pertama di Indonesia, boleh jadi
Kantin Kejujuran ini merupakan yang pertama di Jawa Barat.

"Kantin Kejujuran ini juga menjadi ajang pembelajaran bagi generasi muda
tentang pentingnya kejujuran terhadap diri sendiri, lingkungan, hingga
bangsa dan negara," kata Obar Sobarna.

Ia berharap, tak akan ada lagi praktik "darmaji" alias dahar lima ngaku
hiji (makan lima tetapi mengaku satu) dalam kehidupan sehari-hari. Jika
praktik kejujuran ini mulai dapat diterapkan pada pelajar, maka diharapkan
mereka akan menjadi penerus bangsa yang jujur untuk memajukan bangsa ini.

Kantin Kejujuran dapat merefleksikan tabiat para siswa yang ada di sekolah
itu. Jika kantin tak bertahan lama karena bangkrut, maka hampir dipastikan
para siswa di sekolah itu tak lagi berlaku jujur. Sebaliknya, kantin akan
semakin maju saat semua siswa memegang tinggi asas kejujuran dalam
kesehariannya.

Kantin Kejujuran itu digagas Pemkab Bandung, Kejaksaan Negeri Bandung, dan
Karang Taruna. Tak tanggung-tanggung, Direktur Pendidikan dan Pelayanan
Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Eko Soesamto Tjiptadi turut
hadir dalam peresmian kantin tersebut. Hadir pula Ketua Karang Taruna
Pusat, Doddy Susanto.

"Saya yakin, jika satu sen saja uang dari kantin tersebut diselewengkan
maka umur kantin ini tak akan lebih dari tiga bulan," kata Eko Soesamto
Tjiptadi.

Menurut dia, kantin tersebut merupakan media praktik pendidikan kejujuran
bagi siswa sekolah. Siswa akan dihadapkan pada dua pilihan, apakah ingin
menerapkan kejujuran hati nuraninya atau tidak.

"Kita seharusnya malu, Indonesia adalah negara terkorup kedua di Asia
tahun ini. Ironisnya, negara ini memiliki sekitar 622.000 bangunan masjid
dan paling banyak kegiatan khotbahnya," kata Eko yang disambut dengan
riuhnya suara hadirin. Ia yakin, pemberantasan korupsi tidak akan berhasil
selama tak ada peran serta seluruh masyarakat, termasuk siswa sebagai
generasi penerus bangsa. Apabila kejujuran sudah diterapkan sejak dini,
diharapkan akan dapat menyukseskan pemberantasan korupsi pada masa yang
akan datang.

Acara pembukaan Kantin Kejujuran ini diikuti perwakilan SMA, SMK, dan
Madrasah Aliyah se-Kab. Bandung. Pada tahap selanjutnya, program ini akan
diterapkan di seluruh SLTA di Kab. Bandung. Pada kesempatan yang sama,
Bupati Bandung memberikan dana stimulan bagi beberapa SLTA untuk
menerapkan sistem Kantin Kejujuran tersebut.

Mungkin sudah saatnya para pejabat penting negara ini bercermin pada siswa
SMAN 1 Ciparay. Jika anak sekolah saja bisa berbuat jujur, mengapa masih
banyak pejabat yang korup? Tunggu apa lagi? (Deni Yudiawan/"PR"/Tia
Dwitiani Komalasari)***

Bab 29 - Kaca spion Andy

Bab 29
Kaca spion Andy

Dikutip dari www.kickandi. com....
Semoga bermanfaat ...

Untuk selalu mengingatkan kita untuk tidak takabur .... Amien ....

Kaca Spion

Sejak bekerja saya tidak pernah lagi berkunjung ke Perpustakaan Soemantri Brodjonegoro di Jalan Rasuna Said, Jakarta. Tapi, suatu hari ada kerinduan dan dorongan yang luar biasa untuk ke sana. Bukan untuk baca buku, melainkan makan gado-gado di luar pagar perpustakaan. Gado-gado yang dulu selalu membuat saya ngiler. Namun baru dua tiga suap, saya merasa gado-gado yang masuk ke mulut jauh dari bayangan masa lalu. Bumbu kacang yang dulu ingin saya jilat sampai piringnya mengkilap, kini rasanya amburadul. Padahal ini gado-gado yang saya makan dulu. Kain penutup hitamnya sama. Penjualnya juga masih sama. Tapi mengapa rasanya jauh berbeda?
Malamnya, soal gado-gado itu saya ceritakan kepada istri. Bukan soal rasanya yang mengecewakan, tetapi ada hal lain yang membuat saya gundah.
Sewaktu kuliah, hampir setiap siang, sebelum ke kampus saya selalu mampir ke perpustakaan Soemantri Brodjonegoro. Ini tempat favorit saya. Selain karena harus menyalin bahan-bahan pelajaran dari buku-buku wajib yang tidak mampu saya beli, berada di antara ratusan buku membuat saya merasa begitu bahagia. Biasanya satu sampai dua jam saya di sana. Jika masih ada waktu, saya melahap buku-buku yang saya minati. Bau harum buku, terutama buku baru, sungguh membuat pikiran terang dan hati riang. Sebelum meninggalkan perpustakaan, biasanya saya singgah di gerobak gado-gado di sudut jalan, di luar pagar. Kain penutupnya khas, warna hitam. Menurut saya, waktu itu, inilah gado-gado paling enak seantero Jakarta. Harganya Rp 500 sepiring sudah termasuk lontong. Makan sepiring tidak akan pernah puas. Kalau ada uang lebih, saya pasti nambah satu piring lagi. Tahun berganti tahun. Drop out dari kuliah, saya bekerja di Majalah TEMPO sebagai reporter buku Apa dan Siapa Orang Indonesia. Kemudian pindah menjadi reporter di Harian Bisnis Indonesia. Setelah itu menjadi redaktur di Majalah MATRA. Karir saya terus meningkat hingga menjadi pemimpin redaksi di Harian Media Indonesia dan Metro TV.
Sampai suatu hari, kerinduan itu datang. Saya rindu makan gado-gado di sudut jalan itu. Tetapi ketika rasa gado-gado berubah drastis, saya menjadi gundah. Kegundahan yang aneh. Kepada istri saya utarakan kegundahan tersebut. Saya risau saya sudah berubah dan tidak lagi menjadi diri saya sendiri. Padahal sejak kecil saya berjanji jika suatu hari kelak saya punya penghasilan yang cukup, punya mobil sendiri, dan punya rumah sendiri, saya tidak ingin berubah. Saya tidak ingin menjadi sombong karenanya.
Hal itu berkaitan dengan pengalaman masa kecil saya di Surabaya. Sejak kecil saya benci orang kaya. Ada kejadian yang sangat membekas dan menjadi trauma masa kecil saya. Waktu itu umur saya sembilan tahun. Saya bersama seorang teman berboncengan sepeda hendak bermain bola. Sepeda milik teman yang saya kemudikan menyerempet sebuah mobil. Kaca spion mobil itu patah.
Begitu takutnya, bak kesetanan saya berlari pulang. Jarak 10 kilometer saya tempuh tanpa berhenti. Hampir pingsan rasanya. Sesampai di rumah saya langsung bersembunyi di bawah kolong tempat tidur. Upaya yang sebenarnya sia-sia. Sebab waktu itu kami hanya tinggal di sebuah garasi mobil, di Jalan Prapanca. Garasi mobil itu oleh pemiliknya disulap menjadi kamar untuk disewakan kepada kami. Dengan ukuran kamar yang cuma enam kali empat meter, tidak akan sulit menemukan saya. Apalagi tempat tidur di mana saya bersembunyi adalah satu-satunya tempat tidur di ruangan itu. Tak lama kemudian, saya mendengar keributan di luar. Rupanya sang pemilik mobil datang. Dengan suara keras dia marah-marah dan mengancam ibu saya. Intinya dia meminta ganti rugi atas kerusakan mobilnya.
Pria itu, yang cuma saya kenali dari suaranya yang keras dan tidak bersahabat, akhirnya pergi setelah ibu berjanji akan mengganti kaca spion mobilnya. Saya ingat harga kaca spion itu Rp 2.000. Tapi uang senilai itu, pada tahun 1970, sangat besar. Terutama bagi ibu yang mengandalkan penghasilan dari menjahit baju. Sebagai gambaran, ongkos menjahit baju waktu itu Rp 1.000 per potong. Satu baju memakan waktu dua minggu. Dalam sebulan, order jahitan tidak menentu. Kadang sebulan ada tiga, tapi lebih sering cuma satu. Dengan penghasilan dari menjahit itulah kami – ibu, dua kakak, dan saya – harus bisa bertahan hidup sebulan.
Setiap bulan ibu harus mengangsur ganti rugi kaca spion tersebut. Setiap akhir bulan sang pemilik mobil, atau utusannya, datang untuk mengambil uang. Begitu berbulan-bulan. Saya lupa berapa lama ibu harus menyisihkan uang untuk itu. Tetapi rasanya tidak ada habis-habisnya. Setiap akhir bulan, saat orang itu datang untuk mengambil uang, saya selalu ketakutan. Di mata saya dia begitu jahat. Bukankah dia kaya? Apalah artinya kaca spion mobil baginya? Tidakah dia berbelas kasihan melihat kondisi ibu dan kami yang hanya menumpang di sebuah garasi?
Saya tidak habis mengerti betapa teganya dia. Apalagi jika melihat wajah ibu juga gelisah menjelang saat-saat pembayaran tiba. Saya benci pemilik mobil itu. Saya benci orang-orang yang naik mobil mahal. Saya benci orang kaya.
Untuk menyalurkan kebencian itu, sering saya mengempeskan ban mobil-mobil mewah. Bahkan anak-anak orang kaya menjadi sasaran saya. Jika musim layangan, saya main ke kompleks perumahan orang-orang kaya. Saya menawarkan jasa menjadi tukang gulung benang gelasan ketika mereka adu layangan. Pada saat mereka sedang asyik, diam-diam benangnya saya putus dan gulungan benang gelasannya saya bawa lari. Begitu berkali-kali. Setiap berhasil melakukannya, saya puas. Ada dendam yang terbalaskan.
Sampai remaja perasaan itu masih ada. Saya muak melihat orang-orang kaya di dalam mobil mewah. Saya merasa semua orang yang naik mobil mahal jahat. Mereka orang-orang yang tidak punya belas kasihan. Mereka tidak punya hati nurani.
Nah, ketika sudah bekerja dan rindu pada gado-gado yang dulu semasa kuliah begitu lezat, saya dihadapkan pada kenyataan rasa gado-gado itu tidak enak di lidah. Saya gundah. Jangan-jangan sayalah yang sudah berubah. Hal yang sangat saya takuti. Kegundahan itu saya utarakan kepada istri. Dia hanya tertawa. ‘’Andy Noya, kamu tidak usah merasa bersalah. Kalau gado-gado langgananmu dulu tidak lagi nikmat, itu karena sekarang kamu sudah pernah merasakan berbagai jenis makanan. Dulu mungkin kamu hanya bisa makan gado-gado di pinggir jalan. Sekarang, apalagi sebagai wartawan, kamu punya kesempatan mencoba makanan yang enak-enak. Citarasamu sudah meningkat,’’ ujarnya. Ketika dia melihat saya tetap gundah, istri saya mencoba meyakinkan, “Kamu berhak untuk itu. Sebab kamu sudah bekerja keras.”
Tidak mudah untuk untuk menghilangkan perasaan bersalah itu. Sama sulitnya dengan meyakinkan diri saya waktu itu bahwa tidak semua orang kaya itu jahat. Dengan karir yang terus meningkat dan gaji yang saya terima, ada ketakutan saya akan berubah. Saya takut perasaan saya tidak lagi sensisitif. Itulah kegundahan hati saya setelah makan gado-gado yang berubah rasa. Saya takut bukan rasa gado-gado yang berubah, tetapi sayalah yang berubah. Berubah menjadi sombong.
Ketakutan itu memang sangat kuat. Saya tidak ingin menjadi tidak sensitif. Saya tidak ingin menjadi seperti pemilik mobil yang kaca spionnya saya tabrak.
Kesadaran semacam itu selalu saya tanamkan dalam hati. Walau dalam kehidupan sehari-hari sering menghadapi ujian. Salah satunya ketika mobil saya ditabrak sepeda motor dari belakang. Penumpang dan orang yang dibonceng terjerembab. Pada siang terik, ketika jalanan macet, ditabrak dari belakang, sungguh ujian yang berat untuk tidak marah. Rasanya ingin melompat dan mendamprat pemilik motor yang menabrak saya. Namun, saya terkejut ketika menyadari yang dibonceng adalah seorang ibu tua dengan kebaya lusuh. Pengemudi motor adalah anaknya. Mereka berdua pucat pasi. Selain karena terjatuh, tentu karena melihat mobil saya penyok.
Hanya dalam sekian detik bayangan masa kecil saya melintas. Wajah pucat itu serupa dengan wajah saya ketika menabrak kaca spion. Wajah yang merefleksikan ketakutan akan akibat yang harus mereka tanggung. Sang ibu, yang lecet-lecet di lutut dan sikunya, berkali-kali meminta maaf atas keteledoran anaknya. Dengan mengabaikan lukanya, dia berusaha meluluhkan hati saya. Setidaknya agar saya tidak menuntut ganti rugi. Sementara sang anak terpaku membisu. Pucat pasi. Hati yang panas segera luluh. Saya tidak ingin mengulang apa yang pernah terjadi pada saya. Saya tidak boleh membiarkan benih kebencian lahir siang itu. Apalah artinya mobil yang penyok berbanding beban yang harus mereka pikul.
Maka saya bersyukur. Bersyukur pernah berada di posisi mereka. Dengan begitu saya bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Setidaknya siang itu saya tidak ingin lahir sebuah benih kebencian. Kebencian seperti yang pernah saya rasakan dulu. Kebencian yang lahir dari pengalaman hidup yang pahit.

Bab 28 - Jangan seperti monyet

Bab 28
Jangan seperti monyet

Sabtu, 31 Mei 2008
Astaghfirullah! Menulis judulnya saja sebenarnya saya sudah nggak mau. Tapi, ini memang ceritera yang pernah diceriterakan oleh Almarhum Ustadz Rahmat Abdullah Allahuyarham, di berbagai kesempatan saat mengisi dauroh. Teringat akan ceritera ini, saya pun memutuskan untuk memasukkannya ke dalam dialog pada adegan terakhir sebelum beliau wafat.
Adegannya begini :
Saat Ustadz Rahmat Abdullah menaiki tangga gedung Kindo, beliau bertemu dengan seseorang (diperankan oleh sahabat saya, yang sudah mewanti-wanti untuk tidak disebutkan namanya sebelum film ini jadi. "Takut ngetop!" katanya bercanda). Seseorang itu curhat pada Ustadz Rahmat.
Seseorang :
Ustadz, gimana nih? Teman-teman udah pada kendor semangatnya. Kalau kita ketemu nggak pernah ngomongin pengajian lagi. Yang diomongin soal ekonomi… politik… Gimana dong, tadz?!
Ustadz Rahmat :
Akhi, antum mesti sabar dan ikhlas. Antum tahu monyet?
Seseorang :
Ya, tahu Ustadz. Tapi bukan ane kan monyetnya?
Ustadz Rahmat :
(Tersenyum) Ada ceritera, seekor monyet nangkring di pucuk pohon kelapa. Dia nggak sadar lagi diintip sama tiga angin gede. Angin Topan, Tornado sama Bahorok. Tiga angin itu rupanya pada ngomongin, siapa yang bisa paling cepet jatuhin si monyet dari pohon kelapa. Angin Topan bilang, dia cuma perlu waktu 45 detik. Angin Tornado nggak mau kalah, 30 detik. Angin Bahorok senyum ngeledek, 15 detik juga jatuh tuh monyet. Akhirnya satu persatu ketiga angin itu maju. Angin Topan duluan, dia tiup sekenceng-kencengny a, Wuuusss…. Merasa ada angin gede datang, si monyet langsung megang batang pohon kelapa. Dia pegang sekuat-kuatmya. Beberapa menit lewat, nggak jatuh-jatuh tuh monyet. Angin Topan pun nyerah. Giliran Angin Tornado. Wuuusss… Wuuusss… Dia tiup sekenceng-kencengny a. Ngga jatuh juga tuh monyet. Angin Tornado nyerah. Terakhir, angin Bahorok. Lebih kenceng lagi dia tiup. Wuuuss… Wuuuss… Wuuuss… Si monyet malah makin kenceng pegangannya. Nggak jatuh-jatuh. Ketiga angin gede itu akhirnya ngakuin, si monyet memang jagoan. Tangguh. Daya tahannya luar biasa.

Ngga lama, datang angin Sepoi-Sepoi. Dia bilang mau ikutan jatuhin si monyet. Diketawain sama tiga angin itu. Yang gede aja nggak bisa, apalagi yang kecil. Nggak banyak omong, angin Sepoi-Sepoi langsung niup ubun-ubun si monyet. Psssss… Enak banget. Adem… Seger… Riyep-riyep matanya si monyet. Nggak lama ketiduran dia. Lepas pegangannya. Jatuh tuh si monyet.
Nah, akhi. Tantangan dakwah seperti itu. Diuji dengan kesusahan… Dicoba dengan penderitaan… Insya Allah, kita kuat. Tapi jika diuji oleh Allah dengan kenikmatan, ini yang kita mesti hati-hati. Antum mesti sabar… ikhlas… Ingetin terus temen-temen antum, jangan seperti monyet…

Sabtu, 17 Januari 2009

Tentang Penulis

Tentang Penulis

Tedy Ramadanus dilahirkan di kota Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1973 bertepatan dengan tanggal 10 Ramadan. Tedy diasuh oleh kedua orang tuanya yaitu H. Djausi Datuk Maharajo Dirajo dan Hj. Ramlah di sebuah rumah di jalan H. Mahmud 2 No. 8 RT.11 RW.08 Pancoran Jakarta Selatan, tepatnya di kompleks Departemen Perindustrian. Pada tahun 1990 keluarga ini pindah ke Cijantung, tepatnya di jalan Pondok Baru V no. 10 RT.08 RW.11 ketika Tedy bersekolah kelas 2 SMA negeri 8 Jakarta.

Tedy kecil pernah bersekolah di :
TK Tunas Harapan , Kompleks Perindustrian, Perdatam, Jakarta Selatan (1978-1979)
SD Negeri 03 Pagi, Pancoran, Jakarta Selatan (1980-1986)
SMP Negeri 115, Tebet, Jakarta Selatan (1986-1989)
SMA Negeri 8, Bukit Duri, Jakarta Selatan (1989-1992)
Universitas Indonesia, Fakultas Teknik, Jurusan Elektro, Program studi Sistem Kontrol dan Elektronika (1992-1996)

Tedy pernah bekerja di :
PT Kotobuki Elektronik Indonesia, Cibitung, Bekasi (1997)
PT Sony Electronic Indonesia, Cibitung, Bekasi (1997)
PT Semen Cibinong, Tbk, Jakarta (1997 – 2002)
PT Holcim Indonesia, Tbk, Jakarta sampai dengan sekarang

Tedy menikahi Lisma Ermi (Een) di desa Balimbing, Kecamatan Rambatan, Batusangkar, Tanah Datar, Sumatera Barat pada tanggal 25 Desember 2000 (27 Ramadan).
Dari pernikahan tersebut lahirlah putera-puteri yang lucu dan sholeh yaitu :
Hafshah Hafi Ma’rifah – 22 Desember 2001
Abdurrahman Hilmy – 8 Agustus 2003
Abdurrahman Hanif – 9 Februari 2006
Salma Karimah – 24 Maret 2007

Tedy selain bekerja di departemen IT – PT Holcim Indonesia, Tbk, juga aktif berorganisasi di antaranya :
Serikat Pekerja Holcim Indonesia (SPHI), dahulu Serikat Pekerja Semen Cibinong (SPSC)
Majelis Taklim Al Banna Kantor Jakarta PTHI
Keluarga Muslim Menara Jamsostek (KMMJ)
Yayasan Inti Sejahtera Jakarta (YIS)
Ikatan Keluarga Minang Cijantung dan sekitarnya (IKMCS),
Kerukunan Keluarga Kanagarian Balimbing Jakarta Raya (K3BJAYA), dan
Bendahara RT

Penulis bercita-cita bisa terus menerbitkan buku yang bisa menambah keimanan dan pengetahuan bagi penulis dan pembacanya. Mohon do’a restunya.

Persembahan

TEDY RAMADANUS

Mempersembahkan

Buku Tahunan 2008

untuk

Istriku tersayang Lisma Ermi

dan anak-anakku terkasih

Hafshah Hafi Ma’rifah
Abdurrahman Hilmy
Abdurrahman Hanif
Salma Karimah


di hari ulang tahun pernikahan yang ke-
8
25 DESEMBER 2008

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirraahiim.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu
Sesungguhnya Puja dan Puji itu hanya milik Allah. KepadaNyalah kita memuji, kepadaNyalah kita minta pertolongan, dan hanya kepadaNyalah kita memohon ampunanNya. Kita mohon kepadaNya agar segala dosa dan khilaf kita diampuni oleh Allah. Barang siapa yang telah diberi hidayahNya, maka semua manusia tidak akan bisa menghalanginya, dan barang siapa yang tidak diberi hidayahNya, maka tidak ada satupun manusia yang bisa memaksakannya.
Saya bersaksi bahwa tidak Ilah yang berhak disembah selain Allah.
Dan saya bersaksi bahwa Muhammad bin Abdullah adalah Rasul Allah.
Salawat dan salam semoga dicurahkan Allah kepada Baginda Nabi Muhammad saw, keluarga beliau, sahabat beliau, serta pengikut beliau yang menjaga sunnahnya hingga hari kiamat.

Buku ini dibuat dan dicetak di penghujung tahun 1429 H dan 2008 M.
Ide penerbitan buku ini lahir di bulan yang penuh berkah, Ramadan 1429H, dan semakin menguat ketika hari-hari 1429 H mendekati ujungnya, terlebih ketika Penulis menghadiri Reuni Ulang Tahun Emas SMANDEL (SMA Negeri 8 Jakarta), termotivasi akan adanya Buku Tahunan SMANDEL. Oleh karena itu Penulis bercita-cita membuat Buku Tahunan setiap tahunnya. Insya Allah.

Adapun isi Buku Tahunan ini adalah kumpulan email-email hikmah, pesan-pesan moral, ceramah, kejadian luar biasa yang penulis posting ke beberapa teman selama tahun 2008.
Mudah-mudahan isi buku ini bermanfaat bagi pembaca yang budiman.

Tak ada gading yang tak retak. Apabila ada tulisan dan kata-kata yang kurang berkenan dan tak pantas., saya mohon bisa dimaafkan. Kritik dan saran silahkan ditujukan kepada penulis di nomor telpon 081513726879 atau email tramadanus@yahoo.com.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah mendukung terbitnya Buku Tahunan 2008 ini, terutama para nara sumber.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Kalisari, 25 Desember 2008


PENULIS
TEDY RAMADANUS, ST

Rabu, 14 Januari 2009

Bab 27. Jadilah lautan

Bab 27
Jadilah lautan


Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya belakangan ini selalu tampak murung. “Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu? ” sang Guru bertanya.
“Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum.
Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya, ” jawab sang murid muda. Sang Guru terkekeh. “Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu.” Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.
“Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu,” kata Sang Guru.
“Setelah itu coba kau minum airnya sedikit.” Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin. “Bagaimana rasanya?” tanya Sang Guru.
“Asin, dan perutku jadi mual,” jawab si murid dengan wajah yang masih meringis. Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan. “Sekarang kau ikut aku.” Sang Guru membawa muridnya ke telaga di dekat tempat mereka. “Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke telaga.” Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke telaga, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan guru, begitu pikirnya.
“Sekarang, coba kau minum air danau itu,” kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir telaga. Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air telaga, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air telaga yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya kepadanya, “Bagaimana rasanya?”
“Segar, segar sekali,” kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya.

Tentu saja, telaga ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti, air telaga ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya. “Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?” tanya sang guru “Tidak sama sekali,” kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air telaga sampai puas.

“Nak,” kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum.. “Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah.” Si murid terdiam, mendengarkan. “Tapi Nak, rasa `asin’ dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya hati yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan hati dalam dadamu menjadi seluas telaga agar kau bisa menikmati hidup”

Bab 26. Ini dia, Enam Makanan Anti Kanker Payudara...!

Bab 26
Ini dia, Enam Makanan Anti Kanker Payudara...!
Tanggal: Wednesday, 30 May 2007
Topik: Pesan

Kanker payudara? Siapa pun pasti ingin menghindarinya. Beberapa penelitian terakhir, menyebutkan ada enam jenis makanan yang dapat mencegah timbulnya penyakit yang menakutkan kaum wanita tersebut. Simaklah, apakah ke enam jenis makanan tersebut sudah terdapat dalam daftar belanjaan atau tidak.

1. Gandum

Dalam hal ini Anda dapat mengkonsumsi gandum yang berbentuk sereal dengan segelas susu setiap pagi. Setiap 1/2 gelas gandum setara dengan 10 gr dari kebutuhan serat yang digunakan untuk menurunkan tingkat estrogen dalam tubuh. Para ahli berpendapat bahwa tingkat estrogen yang tinggi dalam tubuh akan semakin merangsang pertumbuhan kanker payudara.

2. Ikan Salmon dan Tuna

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di UCLA, Amerika Serikat, ditemukan bahwa para wanita yang tinggal di daerah dekat sungai dan mengkonsumsi ikan tuna dan salmon setiap hari, ternyata tingkat risikoterkena kanker payudaranya sangat kecil. Diduga karena adanya kandungan zat omega-3 yang terdapat dalam ikan tersebut.

3. Wortel dan Bayam

Wanita yang tidak pernah mengkonsumsi wortel dan bayam, juga berisiko terkena kanker payudara dua kali lebih besar, dibanding mereka yang sering mengkonsumsi kedua jenis sayuran itu.

4.Yoghurt

Pada suatu penelitian yang menggunakan yoghurt sebagai medium,diungkapkan ternyata yoghurt dapat memperlambat pertumbuhan sel kanker payudara, terutama dalam jumlah yang cukup banyak.

5. Susu Kedelai

Diperoleh fakta bahwa salah satu zat yang terkandung di dalam susu kedelai murni ternyata dapat menurunkan risiko terkena kanker payudara sebesar 28% dibandingkan dengan yang terdapat pada kacang kedelai olahan.

6. Jus Jeruk

Masih dalam proses penelitian yang dilakukan di Universitas Western Ontario, Canada, pada hewan percobaan, disebutkan bahwa jus jeruk bisa memperlambat pertumbuhan sel kanker payudara sampai 50%.

Bab 25.Sehari Bersama Ketua MPR Hidayat Nur Wahid

Bab 25
Sehari Bersama Ketua MPR Hidayat Nur Wahid

Ia menyemir sepatu sendiri.

Ia memulai hari dengan bersujud. Bersarung cokelat kotak-kotak, baju
koko putih, dan peci hitam, Hidayat Nur Wahid, 48 tahun, ditemani
putra bungsunya, Hubaib Shidiq, 9 tahun, keluar dari kamar tidur
menuju musala di samping kanan rumah dinasnya. Di musala berukuran 3
x 6 meter itu telah menunggu dua staf pribadi Hidayat yang juga akan
salat subuh bersama, pukul 04.45 WIB Rabu lalu.

Pukul 05.10, seusai salat subuh, Hidayat dan Hubaib beranjak ke
lantai 2 rumahnya. Di bangunan utama rumah dinas Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat itu terdapat satu kamar tidur utama dan dua
kamar tidur anak. Di depan ketiga kamar itu ada ruang berukuran 3 x 4
meter untuk ruang keluarga. Selama 15 menit Hidayat dan Hubaib
melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran di situ.

Sejak Kastian Indriawati, 45 tahun, istrinya, meninggal pada 22
Januari lalu, Hidayat menjadi orang tua tunggal bagi Inayah Dzil
Izzati (kelas V Pesantren Gontor), Ruzaina (kelas III SMP Pesantren
Anyer, Banten), AllaĆ¢ 'Khoiri (kelas I Pesantren Gontor), dan Hubaib
Shidiq (kelas IV sekolah dasar di Pondok Gede, Bekasi). Di tengah
kesibukannya sebagai Ketua MPR, guru, dan anggota Majelis Syuro
Partai Keadilan Sejahtera, Hidayat berusaha menyempatkan diri
menyiapkan keperluan sekolah Hubaib, satu-satunya anak yang tinggal
bersamanya.

Pukul 05.55, Hidayat melepas Hubaib ke sekolah, diantar sopir
keluarga mengendarai mobil pribadi Innova warna hitam. Sejak istrinya
tiada, Hidayat ingin selalu melepas, nguntapke, Hubaib berangkat
sekolah.

Pukul 06.00, berkaus putih, celana olahraga panjang hitam, dan sepatu
putih, Hidayat menuju lapangan bulu tangkis yang jaraknya sekitar 200
meter dari rumah dinasnya menggunakan mobil pribadi Toyota Kijang LGX
warna biru. Bersama staf pribadinya dan beberapa staf pribadi menteri
di kompleks Widya Candra, pagi itu Hidayat main empat set langsung
dengan dua kali istirahat masing-masing lima menit.

Hidayat selalu bermain cantik di tiap set. Smash dan permainan net
menunjukkan kepiawaiannya bermain tepok bulu. Walhasil, pria
kelahiran Klaten ini selalu memenangi pertandingan.

Bulu tangkis adalah hobinya selain sepak bola. Minimal tiap Selasa
dan Rabu dia selalu menyempatkan diri memukul shuttle cock. Dia suka
badminton sejak remaja. Di samping rumah orang tuanya di Kadipaten
Lor RT 03 RW 08, Kebondalem Kidul, Prambanan, Klaten, ada lapangan
badminton yang biasa dipakai keluarga dan warga sekitarnya.

Kebiasaan itu diteruskan Hidayat saat 13 tahun belajar di Madinah,
Arab Saudi. Bersama teman-teman pelajar dari Indonesia dia membuat
lapangan bulu tangkis di samping kontrakan.

Pukul 07.50, Hidayat menyudahi badminton. Menenteng tas raket, ia
berjalan kaki menuju rumah dinasnya. Sesampai di rumah, Hidayat
meminta izin kepada Tempo membersihkan diri dan bersiap-siap
berangkat ke kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera di
Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Dua puluh lima menit kemudian Hidayat ke lantai 2 menuju meja makan
yang letaknya di bawah kamar tidur utama. Ruang makan menyatu dengan
ruang keluarga, bersebelahan dengan ruang tamu dan ruang rapat.

Seperti di ruangan lainnya, di ruangan seukuran lapangan bulu tangkis
ini tidak ada aksesori yang tergolong mewah. Hanya ada televisi 21
inci dan akuarium berukuran 1 x 0,5 meter yang dihuni seekor ikan
arwana. Di dinding tergantung satu lukisan bunga, foto Hidayat
bersama para pemimpin MPR, serta foto-foto mendiang istrinya.

Menu sarapan kali itu nasi uduk, kering tempe, ayam dan telur goreng,
sambal, dan kerupuk. Buahnya jeruk dan lengkeng, minumannya jus jambu
dan air mineral. Tapi Hidayat hanya mengambil kering tempe, ayam
goreng, sambal, dan kerupuk sebagai teman nasi uduk.

Hidayat agaknya penggemar kerupuk. Sekali makan, lebih dari tiga kali
ia merogoh kaleng krupuk dari plastik itu. Ia mengaku tidak punya
pantangan jenis makanan tertentu. Tapi masakan tradisional Jawa,
seperti pecel, botok, sambal goreng, sayur lodeh, dan tentu saja
kerupuk, paling ia gemari.

Untuk bekerja hari itu Hidayat memilih kemeja batik lengan panjang
biru dengan motif kawung putih dan celana hitam. Hidayat jarang
mengenakan jas. Dia lebih sering mengenakan batik, kecuali untuk
acara kenegaraan yang mewajibkan jas.

Hidayat mengaku tak punya merek pakaian favorit. Istrinyalah yang
biasanya menyediakan pakaiannya. Batik yang ia kenakan hari itu,
misalnya, bahannya dibelikan Kastian dan dijahit di Pondok Gede,
dekat rumah pribadinya.

Mendiang Kastian pula yang membelikan jam tangan Tissot yang
dikenakan Hidayat, juga telepon seluler Nokia--bukan Communicator.
Kastian membelikannya saat berhaji, beberapa hari sebelum
meninggal. "Ini kenang-kenangan terakhir almarhumah (istri saya)."

Pukul 09.10, Hidayat bersiap ke kantor PKS.

Tanpa istrinya, kini Hidayat menyiapkan sendiri semua keperluannya.
Memilih baju dan celana sampai menyemir sepatu. Sepatu yang
dikenakannya hari itu sepatu Bata hitam yang terletak di samping
tangga menuju lantai 2. Sepatu itu sudah tak mengkilap sehingga
Hidayat perlu menyemirnya dulu. Ia tidak banyak memiliki koleksi
sepatu atau sandal.

Setelah bersepatu, Hidayat memeriksa semua lampu ruangan. Lampu yang
tidak dipakai dimatikannya.

Pukul 09.25, Hidayat masuk ke mobil Toyota Kijang LGX warna biru
menuju kantor DPP PKS. Rencananya, pukul 10.00 akan ada deklarasi
pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat. Karena untuk
kepentingan partai, Hidayat tak menggunakan Camry, mobil dinas Ketua
MPR. Hidayat duduk di kursi belakang. Di depan ada sopir dan
ajudannya.

Meski pejabat negara, Hidayat jarang dikawal dan kerap bepergian
tanpa voorrijder. Ia merasa aman dan nyaman tanpa mereka karena
merasa tak punya musuh, sehingga tidak khawatir keamanannya terancam.

Tapi, tanpa voorrijder, ditambah lalu lintas yang kerap macet,
perjalanannya jadi lebih lama. Dari Widya Candra menuju Mampang
Prapatan pagi itu perlu 30 menit. Di perjalanan, Hidayat sempat
menunjukkan tukang potong rambut langganannya. Letaknya di deretan
warung Padang dan warung Tegal di pinggir Jalan Mampang Prapatan
Raya. Sebulan sekali dia potong rambut di situ. "Ongkosnya Rp 9.000
sekali cukur."

Pukul 10.00, Hidayat tiba di kantor PKS. Deklarasi ditunda karena
Presiden PKS Tifatul Sembiring dipastikan datang pukul 10.30. Di situ
Hidayat bertemu dengan Ketua Majelis Syura Hilmi Aminuddin, Ketua
Dewan Syariah Surahman, serta pengurus PKS Jawa Barat.

Hidayat belum pernah belajar politik secara formal. Tapi ia lahir
dari keluarga aktivis. Kakeknya tokoh Muhammadiyah dan Masyumi di
Prambanan, Jawa Tengah. Ibunya aktivis Aisyiyah--organisasi perempuan
Muhammadiyah. Dan ayahnya, meski berlatar belakang Nahdlatul Ulama,
menjadi pengurus Muhammadiyah. Kastian juga penggiat Ikatan Pelajar
Muhammadiyah.

Hidayat menimba ilmu berorganisasi di Perhimpunan Pelajar Indonesia
(PPI) cabang Madinah. PPI Madinah adalah salah satu organisasi yang
menolak penerapan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi organisasi
di masa Orde Baru. Beberapa kali petugas kedutaan dan menteri kabinet
Soeharto membujuk agar PPI Madinah mengakui Pancasila sebagai satu-
satunya asas organisasi, tapi tak mempan.

Hidayat kembali ke Indonesia pada 1993 dan mengajar di Institut Agama
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang. Ketika
reformasi bergulir, bersama-sama aktivis muslim ia mendirikan Partai
Keadilan. Kini, setelah berganti menjadi Partai Keadilan Sejahtera,
partai yang semula hanya menerima anggota dari kalangan Islam itu
mulai membuka diri untuk nonmuslim.

Tapi rekrutmen partainya, kata Hidayat, tetap taat pada jenjang
pengkaderan. Untuk menentukan calon di parlemen, PKS akan melihat
siapa yang akan diwakili calon itu. Jika penduduk yang akan diwakili
mayoritas selain Islam, wakilnya bisa saja dari nonmuslim juga.
Hidayat hanya 20 menit berada di kantor PKS. Ia buru-buru menuju
gedung MPR/DPR untuk menerima delegasi dari PPI.

Pukul 11.00, Hidayat tiba di gedung MPR/DPR. Tapi tamu yang
ditunggunya dari PPI batal datang. Hidayat meneruskan pekerjaan
dengan memeriksa beberapa dokumen dan menekennya.

Pukul 13.00, Hidayat menerima delegasi dari Pacific Countries Social
and Economic Solidarity Association Turki. Mereka mencari cara
mempererat hubungan Indonesia dengan Turki.

Pukul 14.00, Hidayat menerima kunjungan rombongan Presiden National
Endowment for Democracy Carl Gersham. Carl meminta Indonesia sebagai
salah satu negara demokrasi menularkan pengalamannya ke negara-negara
di Timur Tengah. Hidayat menolak. Alasannya, "Rusaknya demokrasi di
Timur Tengah karena sikap politik Amerika Serikat yang berstandar
ganda."

Ia mencontohkan pemilu di Palestina. Khalayak, kata Hidayat, tahu
pemilu Palestina sangat demokratis. Tapi karena rayuan Israel, negara-
negara Barat termasuk Amerika tidak mengakui hasil pemilu itu.
Menurut dia, Timur Tengah akan demokratis jika Amerika
demokratis. "Jadi jangan Indonesia diminta mengajarkan demokrasi ke
Timur Tengah. Mereka (Timur Tengah) melihat perilaku Amerika
sendiri."

Meski banyak menerima tamu, Hidayat selalu tepat waktu untuk salat.
Begitu azan berkumandang, dia bergegas berwudu. Pukul 15.25, Hidayat
salat asar. Di ruangannya tersedia perlengkapan salat, termasuk peci
yang bagian atasnya sedikit robek.

Pukul 15.40, Hidayat bersiap-siap kembali ke rumah dinasnya karena
pukul 16.30 ia akan menerima Hanung Bramantyo, sutradara film Ayat-
ayat Cinta yang lagi populer.

Pukul 15.45, Hidayat memasuki Camry, mobil dinasnya. Kali ini memang
untuk kepentingan tugasnya sebagai Ketua MPR. Tapi tetap tanpa
voorrijder. Hidayat jarang dikawal voorrijder kecuali kalau ada acara
yang mendesak segera didatangi, tak boleh telat, dan lalu lintas
macet.

Untuk acara yang bisa diatur jadwalnya dan tidak mendadak, dia pergi
tanpa voorrijder. "Semua tergantung bagaimana kita mengatur waktu
saja." Mobil Camry dengan pelat bernomor RI-5 itu pun mengarungi
samudra kemacetan bersama mobil-mobil lainnya di Jalan Gatot Subroto,
Jakarta Selatan.

Pukul 16.25, Hidayat sampai di rumah dinasnya. Sepuluh menit
berselang, tamu yang ditunggu, Hanung, datang. Hidayat menyambut
Hanung di ruang tamu, mengenakan baju putih bermotif kotak-kotak
pendek dan celana hitam. Hanung meminta pendapat Hidayat tentang film
Ayat-ayat Cinta sekaligus saran untuk film Ahmad Dahlan--pendiri
Muhammadiyah--yang akan dibikinnya.

Meski hanya tiga kali menonton film seumur hidupnya, Hidayat
mengkritik beberapa lafal bahasa Arab dalam adegan Ayat-ayat Cinta
yang grammar-nya tidak benar. Lokasi shooting yang tidak sesuai
dengan kondisi Mesir dikritik. Hidayat juga mempertanyakan mengapa
Hanung menonjolkan sisi poligami dalam film itu, padahal dalam
novelnya tidak.

Soal rencana membuat film Ahmad Dahlan, Hidayat menyarankan agar
dalam film itu juga disinggung soal K.H. Hasyim Ashari, pendiri
Nahdlatul Ulama. Menurut Hidayat, keduanya teman yang akrab dan satu
guru saat menempuh pendidikan di Madinah.

Kiai Hasyim dan Ahmad Dahlan, kata Hidayat, satu kapal dalam
perjalanan dari Pulau Jawa ke Arab Saudi. Meski berbeda pandangan
tentang beberapa hal soal khilafiah, mereka berdua saling menghargai.
Hidayat menerima Hanung selama dua jam, hingga pukul 18.35.

Pukul 18.45, Hidayat berangkat ke Warung Buncit untuk memenuhi
undangan peringatan Maulid Nabi di Pesantren Assalafi Daarul Islah,
Jalan Buncit Raya. Kali ini dia mengenakan baju koko putih dan celana
hitam. Untuk keperluan ini dia menggunakan mobil pribadi Toyota
Kijang LGX biru, tanpa pengawal dan voorrijder.

Akibatnya, dia terjebak kemacetan di Jalan Gatot Subroto, Mampang,
dan Buncit Raya. Sejam lebih bertarung dengan kemacetan, Hidayat tiba
di lokasi pukul 20.05. Di acara itu Hidayat sempat berceramah selama
30 menit.

Pukul 21.35, Hidayat kembali ke rumah dinasnya. Perjalanan lancar
karena sudah malam. Dua puluh menit kemudian Hidayat sampai di rumah
dinasnya. Sebelum tidur pada 23.00, Hidayat membaca semua surat yang
masuk dan menutup hari dengan membaca Al-Quran. ERWIN DARIYANTO

Sumber: Koran Tempo